A. Pengertian Dakwah
dan Tabligh
Menurut arti bahasa, dakwah
adalah seruan, panggilan, ataupun undangan. Adapun menurut arti istilah, dakwah
adalah menyeru atau mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan melarang
mereka dan perbuatan mungkar yang dilarang oleh Allah swt maupun rasul-Nya agar
mendapatkan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.
Selain istilah dakwah, ada pula
istilah lain dalam terminologi Islam yang sering digunakan untuk praktik penyebaran
dan penyeruan ajaran agama Islam kepada orang lain, yakni tabligh. Tabligh berasal dan kata ballagha,
yang artinya menyampaikan. Tabligh termasuk salah satu sifat wajib bagi para
rasul. Allah swt mewajibkan para Rasul untuk menyampaikan ajaran agama kepada
umat manusia. Walaupun demikian, tidak berarti kaum muslimin tidak memiliki
kewajiban untuk melakukan tabligh maupun dakwah Islamiyyah. Karena pada
hakikatnya Rasulullah saw pernah bersabda bahwa setiap kaum muslimin
diperintahkan untuk menyampaikan pesan agama kepada pihak lain walaupun hanya
satu ayat.
Salah satu tujuan dakwah atau tabligh
adalah untuk mengubah pandangan hidup. Dalam Al-Qur’an Allah swt telah
mengisyaratkan bahwa tujuan dakwah adalah untuk menyadarkan manusia terhadap arti
hidup yang sebenarnya. Hidup bukan hanya untuk makan, minum atau tidur,
melainkan manusia dituntut untuk mampu memaknai kehidupannya dalam pengertian
yang positif. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Anfal (8) ayat 24 berikut ini
:
“Wahai
orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyerumu
kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu
akan dikumpulkan.” (Q.S. Al-Anfaal: 24).
Selain untuk menyadarkan manusia
akan arti hidupnya, dakwah atau tabligh juga bertujuan untuk mengeluarkan
manusia dan kegelapan menuju cahaya yang terang-benderang. Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah swt. berikut ini :
"Alif, lam, ra (Ini adalah)
Kitab yang kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia
dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju
jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji” (Q.S. Ibrahim / 14:1).
B. Metode Tabligh dan
Dakwah Islamiyyah
Fenomena tabligh maupun dakwah
Islamiyyah yang dijumpai dewasa ini sebenarnya masih dalam tahap awal. Pada umumnya,
umat Islam saat ini masih membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap makna
dakwah itu sendiri. Hal ini disebabkan umat Islam masih kurang menguasai
prinsip-prinsip dan sifat dakwah yang diajarkan Islam. Oleh karena itu, kita
harus lebih giat mempelajari manhaj atau metode dakwah yang telah
diajarkan Islam melalui Rasulullah saw dan para shohabatnya. Rasulullah saw
mengajarkan kepada para shohabatnya untuk menerapkan metode dakwah yang anti
kekerasan, yakni dengan menggunakan hikmah. Dalam berdakwah, Rasulullah saw
memerintahkan kepada juru dakwah untuk menyampaikan pesan-pesan agama yang baik
dan tentu dengan cara penyampaian yang tidak provokatif atau dengan cara-cara
kekerasan. Hal ini sebagaimana terungkap dalam firman Allah swt berikut ini :
.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”
(Q.S. An-Nal/16:125)
Di dalam ayat yang lain Allah swt
juga telah menjelaskan sebagai berikut :
.
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad)
berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu....” (Q.S. Ali
‘Imran/3:l59).
Berdasarkan ayat di atas, dapat
dipahami dengan sangat jelas bahwa dalam berdakwah, seorang da’i tidak
diperbolehkan menggunakan cara-cara kasar yang membuat jama’ah menjauh, baik
kasar secara perkataan, kasar secara sikap maupun perbuatan. Dakwah hanya
dibenarkan dengan lemah lembut dan dengan menerapkan cara-cara yang simpatik.
Oleh karena itu, metode dakwah yang dikembangkan tidak hanya dakwah dengan menggunakan
seruan (bil-lisan), tetapi juga dakwah dengan memberikan suri teladan
yang baik (bil hal).
Salah satu metode yang diterapkan
dalam misi dakwah adalah memerintahkan yang baik dan mencegah yang mungkar atau
terkenal dengan sebutan (amar ma’ruf nahi munkar). Namun, bukan berarti metode ini
menghalalkan cara-cara yang radikal, melainkan harus dengan strategi yang halus
dan menggunakan metode bertahap (tadarruj) agar tidak menimbulkan
permusuhan dan keresahan di masyarakat. Penentuan strategi dan metode amar
ma’ruf nahi munkar harus mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang
dihadapi. Hal ini bertujuan agar seorang da’i tidak membuat suatu kesalahan
dalam menyampaikan amar ma’uf nahi munkar sehingga akan mengakibatkan
kerusakan dalam satu umat yang menimbulkan kerugian besar.
Ada beberapa hal yang hams
diperhatikan oleh seorang da’i dalam menyampaikan dakwahnya, di antaranya
adalah :
1)
Hendaknya dilakukan dengan cara
yang ihsan (baik) agar tidak berubah menjadi ajang pembongkaran aib dan
menyinggung perasaan orang lain.
2)
Sebelum memperbaiki orang lain
hendaknya, seorang da’i berintrospeksi dan berbenah diri agar menjadi teladan
umatnya.
3)
Dalam menyampaikan dakwah
hendaknya disandarkan pada keikhlasan karena mengharap ridha Allah.
4)
Da’wah hendaknya dilakukan
menurut Al-Qur’an dan sunnah, serta dipraktikkan di alam kehidupan
bermasyarakat secara berkesinambungan.
C. Kelemahan Tabligh
dan Dakwah Islamiyyah
Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, ada dua bentuk dakwah yang sepatutnya dipraktikkan oleh setiap
da’i, yakni dakwah bil-lisan dan bil-hal Bahkan keduanya harus
selalu dipadukan. Apabila hal ini tidak dipadukan maka ruh dakwah ini menjadi
kosong dan terkesan dakwah tersebut hanya berorientasi pada omongan saja.
Inilah yang menjadi salah satu kelemahan dakwah. Padahal orang-orang miskin
bukan hanya perlu ceramah, melainkan juga membutuhkan makan serta uang untuk
menyekolahkan anaknya. Bukankah seorang khalifah ‘Umar ra. rela memikul sendiri
sekarung makanan ke rumah rakyatnya yang sedang kelaparan? Mengapa kaum muslinin
yang jumlahnya mayoritas di negeri kita ini tidak bahu-membahu untuk
mengentaskan kemiskinan yang berada di sekeliling mereka? Bukankah Islam
menganjurkan agar umatnya memberikan bantuan kepada kaum fakir miskin, maupun
orang-orang yang berjuang di jalan Allah dengan cara berzakat, infak, dan sadaqah?
Adapun
kelemahan dakwah yang lain biasanya tidak dilakukan secara terus-menerus.
Bukankah dakwah pada hakikatnya melakukan tugas amar ma ‘nif nahi munkar?
Konsisten dalam ber-amar ma’ruf nahi munkar merupakan hal yang sangat
penting dan merupakan suatu keharusan. Sebab jika ditinggalkan oleh individu,
apalagi oleh juru dakwah, maka akan berakibat fatal dan akan menghancurkan
sistem dan tatanan masyarakat. Kita harus menyadari bahwa masyarakat itu
diibaratkan suatu bangunan. Jika ada gangguan yang muncul di salah satu bagian,
maka akan menimbulkan ketidak-harmonisan pada bagian yang lainnya.
Mengenai hal ini Rasulullah saw
memberikan perumpamaan dalam sabdanya sebagai berikut, “Perumpamaan
orang-orang yang mematuhi larangan Allah dan yang melanggar, ibarat suatu kaum
yang berundi di dalam kapal. Di antara mereka ada yang di bawah. Orang-orang
yang ada di bawah jika hendak mengambil air harus melewati orang-orang yang ada
di atas mereka. Akhirnya mereka berkata, jika kita melubangi kapal di bagian
kita, niscaya kita tidak akan mengganggu orang yang di atas kaki. Jika orang yang
di atas membiarkan mereka melubangi kapal, niscaya semua akan binasa. Tetapi jika
orang yang di atas mencegah, maka mereka dan semuannya akan selamat.”
Melakukan amar ma’ruf nahi
munkar dengan metode dakwah yang tepat, akan menghantarkan dan menyajikan
ajaran Islam secara sempurna. Oleh kanena itu, metode yang diterapkan dalam
menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar sebaiknya berubah-ubah disesuaikan
dengan kondisi dan situasi masyarakat yang sedang dihadapi pada da’i. Amar
ma’ruf nahi munkar tidak bertujuan memaksa seseorang untuk tunduk kepada
ajaran agama, tetapi untuk memberikan koreksi dan membangkitkan kesadaran dalam
diri seseorang akan kesalahan dan kekurangan yang dimiliki. Oleh karena itu, dalam
ajaran Islam tidak dibenarkan menyebarkan ajaran agama dengan disertai unsur
paksaan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qun’an surah Al-Baqarah (2)
ayat 256 Allah swt telah berfirman :
“Tidak ada paksaan dalam
(menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan
yang benar dengan jalan yang sesat ....“ (Q.S. Al-Baqarah/2:256).
Dalam menyampaikan
dakwah, para da’i dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi, baik kepada
Allah maupun masyarakat dan negara. Bertanggung jawab kepada Allah, maksudnya
bahwa dakwah yang ia lakukan harus benar-benar ikhlas dan sejalan dengan apa
yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw bertanggung
jawab kepada masyarakat atau umat, maksudnya bahwa dakwah islamiyah memberikan
kontribusi positif bagi kehidupan sosial umat. Bertanggung jawab kepada negara
mengandung arti bahwa pengemban risalah senantiasa memperhatikan kaidah hukum
yang berlaku di negara di mana ia berdakwah. Jika dakwah dilakukan tanpa
mengindahkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dalam sebuah negara,
maka kelancaran dakwah itu sendiri akan terhambat dan bisa kehilangan simpati dari
masyarakat.
D. Khutbah
Salah satu di antara
bentuk dakwah kepada umat adalah dengan cara khutbah. Namun khutbah hanya
disampaikan pada momen-momen khusus yang telah ditetapkan dalam syari’at Islam,
seperti ketika sholat Jumat, sholat hari raya atau sholat gerhana. Dalam khutbah
dikenal seseorang yang disebut khotib, yakni orang yang menyampaikan khutbah
berupa pelajaran maupun nasihat kepada kaum muslimin. Dalam khutbahnya, khotib
mengingatkan jama’ah agar lebih meningkatkan iman dan takwa kepada Allah swt.
Ada
beberapa ketentuan yang harus diperhatikan oleh khotib, antara lain
adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui syarat, rukun dan
sunah khutbah.
2.
Fasih dalam melafazkan bacaan
Al-Qur’an dan hadits.
3.
Berpakaian rapi, sopan dan
berpenampilan baik.
4.
Suaranya jelas, keras dengan
bahasa yang baik, sopan dan dapat dipahami oleh jama’ah.
5. Telah mencapai usia
akil balig.
6. Memiliki akhlak yang
baik.
7. Dilandasi niat yang
baik dan ikhlas.
Dalam pelajaran ini, tidak akan mengulas
seluruh macam-macam khutbah, namun lebih berkonsentrasi pada pembahasan khutbah
Jumat.
1. Syarat-Syarat Khutbah Jum’at adalah sebagai berikut :
- Hendaklah kedua khutbah itu (Khutbah bagian pertama dan bagian kedua) dimulai sesudah tergelincir matahari (masuk waktu Zuhur).
- Sewaktu berkhutbah hendaklah berdiri jika kuasa.
- Khotib hendaklah duduk di antara dua khutbah, sekurang-kurangnya berhenti sebentar.
- Hendaklah dengan suara keras yang kira-kira terdengar oleh jama’ah. Karena maksud khutbah ialah untuk memberi pelajaran dan nasihat kepada jama’ah.
- Tertib dalam melaksanakan rukunnya.
- Khotib harus suci dari hadas dan najis.
- Khotib hendaklah menutup aurat
Mengenai
masalah bahasa yang digunakan dalam khutbah, sebagian ulama berpendapat bahwa khutbah
hendaknya dengan menggunakan bahasa Arab, karena di masa Rasulullah saw dan shohabatnya
khutbah selalu dengan bahasa Arab. Dan bahasa Arab ini merupakan bahasa
persatuan umat Islam yang harus ditegakkan. Tetapi ulama yang lain berpendapat
bahwa khutbah hendaknya dengan bahasa yang dimengerti oleh para jama’ah.
2. Rukun Khutbah adalah sebagai berikut :
- Mengucapkan pujian kepada Allah swt.
- Mengucapkan kalimat syahadat. Rasulullah saw bersabda :
عن أبى هريرة عن النـبى صلى الله عليه وسلم قال كـلُ خُطْـبَةٍ
لَيْسَ فيـها تَـشُـهُّـدٌ فهي كَـاليَدِالجَذمَاءِ (رواه أحمد وأبو داود)
“Abi Hurairah, dari Nabi saw, beliau
bersabda, ‘Tiap-tiap khutbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan
yang terpotong/buntung.” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud).
c. Membaca
salawat atas Nabi saw
d. Berwasiat (memberikan
nasihat) tentang takwa dan memberikan pelajaran yang diperlukan jama’ah sesuai
dengan keadaan, tempat dan waktu.
e. Membaca ayat Al-Qur’an
dalam salah satu dan kedua khutbah.
f. Berdoa untuk kaum
muslimin agar diampuni segala dosa mereka dan diselamatkan di dalam hidupnya
serta bahagia dunia dan akhirat.
3.
Sunah Khutbah
a.
Khutbah disampaikan di mimbar
atau di tempat yang lebih tinggi daripada jama’ah.
b.
Khutbah diucapkan dengan kalimnat
yang fasih, jelas, dan mudah dipahami.
c.
Isi khutbah tidak terlalu
panjang, tapi juga tidak terlalu pendek. Hadlis Nabi saw :
عن عبد الله بن أبي أوفى قـال كـان النـبي صلى الله وسلـم يـُكْـثِرُ الذِكْرَ
وَيـُقِلُّ اللََـغْوَ ويـُطِيلُ الصلاةَ وَيُـقصِرُ الخُـطْبَةَ (رواه الدارمى)
Abdullah bin Aufa, dia
berkara, “Nabi saw memperpanjang zikir dan mempersedikit hal kurang bermanfaat,
memanjangkan sholat dan memendekkan khutbahnya.” (H.R. Ad-Dirinii).
d.
Khotib hendaklah tetap menghadap
jama’ah dan jangan berputar-putar.
e.
Menertibkan tiga rukun, yaitu
dimulai dengan membaca pujian kepada Allah, kemudian salawat atas Nabi saw dan
setelah itu berwasiat takwa.
4.
Fungsi Khutbah
a.
Mengingatkan kaum muslimin agar
lebih meningkatkan iman dan takwa kepada Allah
b. Mendorong umat Islam agar selalu beramal saleh dan amar ma’ruf
nahi munkar.
d.
Meningatkan kaum muslimin agar
lebih meningkatkan akhlaqul karimah dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.
e.
Mengingatkan kaum muslimin agar
lebih meningkatkan ukhuwah islamiyyah, dan meningkatkan rasa solidaritas
terhadap sesama.
f.
Mendonong kaum muslimin agar
rajin bekerja untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sebuah Hadits untuk memperingatkan ma’mum sebelum pelaksanaan
khutbah Jum’ah :
يَامَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ
وَزُمْرَةَ المُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهْ ! رُوِيَ عَنْ أبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَ سَلـََّمَ قََالْ: إذَا
قُلتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ، وَالإِ مَامُ يَخْطُبُ فَقَـَدْ
لَغَـوْتَ. اَنْصِتُـوْا وَاسْمَعُـوْا وَأطِيعُـوْا رَحِمَكُمُ الله !
اَنْصِتـُوْا وَاسْمَعُـوْا وَأطِيْعُـوْا لَعَـلَّـكُمْ تُرْحَمُوْن!
“ Hai jama’ah kaum muslimin dan kumpulan kaum mu’minin semoga Allah
merohmati kalian ! Diriwayatkan dari Abi Huroiroh semoga Allah ridlo padanya,
bahwasanya Rosulullah saw bersabda :“Apabila kamu berkata diam kepada
temanmu di hari Jum’ah, ketika imam berkhutbah, maka sungguh kamu sia-sia .”
Maka diamlah kalian, dengarkanlah, dan taatlah ! semoga Allah merohmati kalian.
“
1 Komentar
How to Play Poker In Las Vegas
BalasHapusIf you are looking to play in Las Vegas, 게임 종류 the Best Casino in Las Vegas 강친닷컴 is 1xbet your 안전한 사이트 luck. While you can't gamble online or via land-based 오피주소 casino sites, you can choose to