A.
Menelisik
Proses Penciptaan Alam.
Sebagai seorang ,muslim yang berilmu,
seharusnya kita bisa memberikan penjelasan tentang asal-usul kejadian alam
semesta menurut kaca mata ilmu pengetahuan. Karena Allah swt memerintahkan
hamba-Nya untuk merenung dan memikirkan ciptaan-Nya di jagat raya ini.apalagi
kalau kita mampu memerangkan fungsi dan manfatat masing-masing komponen yang
ada di alam raya,niscaya kita akan meraih kejayaan sebagaimana yang pernah di
capai peradaban muslim di masa lampau dan juga peradaban barat dewasa.
Namun sayang, kaum muslimin ini sering
terjebak memahami makna syari’ah dalam arti sempit. Pemahaman yang sempit
terhadap syari’ah tidak jarang justru menghilangkan subtansi dari syari’ah itu
sendiri. Akibatnya mereka hanya melakukan ibadah seremonial dan tidak mendapatkan
sesuatu yang berharga melalui aktivitas yang mereka lakukan.dengan pemahaman
yang benar terhadap syari’ah. Kaum muslimin pernah mengalami kemajuan di bidang
ilmu pengetahuan secara pesat. Melalui pengetahuan inilah diketahui
gejala-gejala alam yang komplek yang dapat diuraikan untuk mendapatkan manfaat
bagi umat manusia. Hal tersebut hanya dapat dilakukan sebuah generasi yang
gigih melakukan intizbar (penelitian) atas semangat keislaman sebagaimana yang
terkandung dalam Al-Qur’an. Allah SWT telah berfirman :
Artinya: “ Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada
di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda-tanda kebesaran Allah dan
rosul-rosul yang memberi peringatan bagi orang yang tidak beriman. (Q.S.
Yunus / 10 : 101).
Ketika syariah dipahami secara keliru,
muncullah kerancuan ilmu pengetahuan. Akibatnya bisa kita lihat dan rasakan
sekarang ini, bagaimana kebanyakan orang muslim menganggap disiplin ilmu
fisika, biologi, kimia dan ekonomi bukan bagian dari ilmu Islam. Mereka
membedakan ilmu-ilmu tersebut sebagai ilmu dunia yang dianggap bukan berasal
dari Al-Qur’an, dan hanya dianggap ibadah ritual, upacara seremonial keagamaan,
dan ilmu-ilmu agama saja yang bisa mengantar kesuksesan hidup seseorang, baik
didunia maupun di akhirat.
Sesungguhnya Al-Qur’an banyak memuat ayat-ayat
yang mendorong kaum muslimin untuk melakukan intizbar dan menggunakan akal
pikiran, seperti yang tercantum dalam ayat tersebut diatas. Didalam ayat yang
lain juga disebutkan :
”maka tidaklah memperhatikan unta bagaimana
diciptakan. Dan langit bagaimana ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaiman ditegakkan.
Dan bumi bagaimana dihamparkan.“(Q.S.Al-Ghasyiah:17-20).
“Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu
sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu
tidak dapat menembusnya kecuali dengan penguasaan (ilmu pengetahuan dan
teknologi).” ( QS.Ar-Rahman : 33 )
Berdasarkan beberapa keterangan ayat
diatas, umat Islam memiliki keharusan untuk mengkaji dan menguak tabir misteri
alam semesta. Setiap individu muslim diharapkan mampu memahami fenomena dan
gejala alam yang terjadi di sekelilingnya, memahami ekosistem lingkungan,
mengkaji fenomena alam dengan akal dan merenungkan kebesaran Allah awt. Dengan
demikian, akan muncul hikmah penciptaan alam semesta yang tentu tidak
diciptakan Allah secara sia-sia.
Bukanlah memang Islam semenjak awal
kedatangannya sangat mendukung pengembangan ilmu pengetahuan? Tidakkah kita
melihat bahwa Islam mendukung pengembangan teknik navigasi untuk membantu para
jemaah haji menuju kota
Mekah dan juga untuk kepentingan perdagangan? Bukankah Islam sangat
mengapresiasi pengembangan ilmu kesehatan untuk menjamin kesejahteraan hidup
umat manusia secara fisik? Bukankah Islam telah melahirkan para ulama sains
seperti Ibn Sina yang merupakan seorang filosof sekaligus seorang dokter?
Bukankah Islam juga melahirkan Ath-Thusi, seorang yang sangat ahli di bidang
astronomi? Bukankah Islam juga telah memunculkan Abu Jafar Muhammad, seorang
pakar matematika yang dasar perhitungannya dijadikan panduan untuk aljabar dan
algoritma dimasa modern? Bukankah Islam juga telah melahirkan seorang Ibnu Al-Haitsam
yang telah membantu Newton
untuk merumuskan teori optiknya?
Ironisnya, semangat para ulama
masa keemasan Islam itu semakin lama semakin memudar. Sampai akhirnya umat
muslim hanya menganggap Al-Qur’an sebagai kitab suci yang hanya disimpan di rak
buku saja tanpa dikaji kandungannya. Al-Qur’an hanya diposisikan sebagai
ayat-ayat suci yang bisa dipergunakan untuk mengusir kekuatan jahat. Padahal,
disamping itu semua, Al-Qur’an mengandung banyak ilmu pengetahuan yang bisa
mengantarkan umat islam menguasai kembali supremasi dunia. Bahkan ayat-ayat
Al-Qur’an sangat berpotensi untuk pengembangan IPTEK.
Ini semua seharusnya menjadi
peringatan bagi kita semua sebagai kaum muslimin untuk segera membenahi dirinya
dari segi pemikiran dan semangat mengembangkan sains dan teknologi. Islam sama sekali tidak
anti sains dan juga tidak anti teknologi. Bahkan justru Islam menghendaki kaum
muslimin menguasai berbagai ilmu pengetahuan untuk mewujudkan kesejahteraan
dimuka bumi dan kebahagiaan kelak di akhirat.
A. Mewujudkan Kembali
Supremasi Ilmu Pengetahuan
Tidak bisa dipungkiri bahwa saat
ini dunia Islam sedang dililit berbagai masalah. Selain guncangan isu
terorisme, perang saudara dan lain-lain, sebagian negara-negara yang mayoritas
warganya berpenduduk Islam masih banyak yang belum memprioritaskan pembangunan
di bidang sains dan teknologi. Namun demikian kita masih bisa berharap banyak
pada beberapa negara yang mayoritas penduduknya muslim untuk bisa mendongkrak
kembali supremasi ilmu pengetahuan. Sebut saja Iran, Malaysia, Pakistan, dan
Indonesia sendiri, yang sekarang telah melahirkan para sarjana sains dan
teknologi yang bisa diandalkan inovasi dan kreasinya untuk kemajuan negara.
Dari para generasi muda inilah kita juga banyak berharap agar rahasia yang
terkandung dalam ayat-ayat Qur’aniyah dan kauniyah (alam semesta) bisa diungkap
kembali. Allah swt berfirman :
Artinya : ”Sesungguhnya pada penciptaan
langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar dilaut dengan
(muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit
berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering)-Nya dan
Dia ditebarkan didalamnya bermacam-macam binatang dan perkisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakan
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang – orang yang mengerti.” (Q.S. Al-Baqoroh/2:164).
Sebagaimana tergambar dalam ayat
diatas dan beberapa ayat yang lain, Allah swt selalu memotivasi manusia untuk
selalu membaca fenomena alam yang telah diciptakan. Untuk memahami kebesaran
Allah, perlu sebuah usaha serius dari manusia. Salah satu caranya adalah dengan
melakukan pengamatan terhadap segala sesuatu yang ada, merenungkannya, dan
berusaha menangkap pesan yang terkandung didalamnya. Karena segala sesuatu yang
ada, khususnya setiap makhluk hidup di alam, merupakan tanda keberadaan Tuhan
yang menjadi saksi atas keberadaan dan keagungan-Nya. Sepintas lalu, pernyataan
ayat Al’Quran di atas memang tampak seperti peristiwa yang lumrah dan bersifat
alami bagi kebanyakan orang. Pergantian malam dan siang, lautan yang terbentang
luas, yang memberi kehidupan bagi tanah, pergerakan angin dan awan, semua
merupakan peristiwa yang sudah sewajarnya tejadi. Namun bagi mereka yang mau
berpikir dan merenung secara dalam akan berpendapat bahwa semua ini merupakan sistem
alam yang berjalan secara mekanis yang sangat luar biasa. Berbagai peristiwa
alam akan menarik keingintahuan para ilmuwan yang mau bertanya ” mengapa semua
ini terjadi.” dan tidak jarang dari pertanyaan kritis tersebut memunculkan
penemuan ilmiyah yang sangat bermanfaat bagi umat manusia. Hanya orang-orang
bodoh saja yang tidak mau merenungkan kebesaran Allah di jagat raya ini. Karena
memang Al-Quran sendiri yang menegaskan bahwa hakekat alam semesta hanya dapat
dipahami oleh orang-orang yang berpikir. Bagi orang yang mau berfikir, ayat
diatas bisa dianggap telah memberikan dua bentuk pendidikan bagi umat manusia :
1.
Pendidikan Aqidah, yaitu sebuah pendidikan
yang mengenalkan keberadaan Allah sebagai Tuhan yang telah menciptakan alam
semesta yang wajib disembah. Pendidikan Aqidah mengenalkan ke-Esaan Allah
sebagai Tuhan yang mengajarkan manusia segala sesuatu yang tidak diketahuinya. Dari
pendidikan ini diharapkan tumbuih rasa keimanan yang sangat kuat dalam diri
setiap kaum muslimin.
2.
Pendidikan Aqliyah, yaitu sebuah
pendidikan yang menekankan kaum muslimin untuk mempelajari proses penciptaan
manusia dan alam semesta. Proses pembelajaran tersebut adalah melalui proses
membaca dan menulis serta melalui berbagai bentuk penelitian ilmiyah. Oleh
karena itu, akal pikiran manusia yang telah dianugerahkan Allah sewajarnya
digunakan dengan maksimal, terlebih untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Jika
ini tidak dilakukan maka akal pikiran yang dimiliki manusia akan sia-sia
belaka. Bukankah dalan Al-Qur’an ditegaskan bahwa martabat orang berilmu itu
tinggi dan mereka mempunyai kelebihan dibanding orang tidak berilmu? Allah swt
telah berfirman
Artinya: ”(Apakah kamu orang
yang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu
malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (Azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah ”apakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” sebenarnya banyak orang
yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran ”(Q.S Az- Zumar/39:9)
Ketika kaum muslimin telah siap
mengembangkan sains dan teknologi, hendaklah mereka bisa mengambil pelajaran
dari kemajuan peradaban barat sekarang ini. Barat yang mengalami kemajuan
dibidang ilmu pengetahuan ternyata justru terperangkap dalam berbagai persoalan
dan krisis moral, runtuhnya spiritualitas, hilangnya jati diri, rusaknya
lingkungan hidup, dan sejumlah
permasalahan krusial lainnya. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan justru
meruntuhkan derajat manusia dimata Allah. Oleh kerena itu kalaupun nantinya
kaum muslim berhasil menguasai sains dan teknologi, mereka harus mengembangkan
paradikma sains dan teknologi yang Islami, yang akan mengangkat derajat manusia
di sisi Allah, bukan sebaliknya malah akan membuat mereka terperosok dalam
lembah kehancuran.
0 Komentar