A. Nilai-Nilai Demokrasi dalam Islam
Islam hadir ke dunia untuk membebaskan manusia
dari belenggu jahiliyah (kebodohan ). Islam ingin memberikan kebebasan kepada
manusia agar mereka bisa menciptakan peradaban yang lebih manusiawi. Oleh
karena misi yang luhur inilah maka Al-Qur’an secara tegas menyebutkan bahwa
Nabi Muhammad saw diutus kemuka bumi untuk memberi rohmat bagi seluruh alam.
Dengan kata lain, Islam diturunkan Allah swt bukan untuk mencipakan penindasan
dan penjajahan, namun justru untuk
mewujutkan kesejahteraan umat manusia. Semangat luhur dalam Islam inilah yang
ternyata juga terdapat konsep demokrasi. Oleh karena itu meskipun demokrasi
merupakan konsep yang muncul dari dunia Barat, namun kita boleh mengambilnya
sebagai sistem negara karena banyaknya unsur kesamaan dengan misi Islam,
sekalipun memang ada beberapa hal yang tentu berbeda.
Demokrasi
sebenarnya berasal dari gabungan dua kata, yakni demos yang bermakna rakyat dan
kratein yang berarti aturan hukum atau kekuasaan. Dengan demikian, makna kata
demokrasi menjadi kekuasaan berada di tangan rakyat. Pada prakteknya, sistem
demokrasi merupakan sebuah sistem pemerintah yang mengedepankan azas musyawarah
melalui perwakilan beberapa orang yang ditunjuk sebagai wakil rakyat. Tentu
saja sistem pemerintah semacam ini sejalan dengan ajaran Islam, karena memang
musyawarah sangat ditekankan dalam Islam.
Di
samping semangat untuk musyawarah, demokrasi juga menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur, yang diantaranya ; hurriyah (kebebasan), musawah (persamaan), dan
basyariyah (pengakuan hak-hak manusia).
Al-Qur’an
juga memerintahkan kaum muslimin untuk bermusyawarah dalam memecahkan masalah.
Sebagaimana firman Allah QS. Ali Imron/3: 159 :
159. Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
[246]
Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan
politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
Ayat di atas disamping mengajarkan musyawarah juga
mengajarkan sikap yang harus diterapkan dalam bermusyawarah yaitu :
a. Lemah lembut, artinya
: agar dalam bermusyawarah senantiasa menghindari kata-kata dan perilaku kasar
serta tidak keras kepala.
b. Mudah memberikan maaf,
artinya dalam musyawarah bersedia menghapus bekas luka lama di hati akibat perilaku
pihak lain yang dinilai tidak wajar, dengan demikian proses musyawarah dilandasi
dengan pikiran yang jernih.
c. Berserah diri kepada
Allah, artinya setelah bertekad bulat dan mau melaksanakan hasil musyawarah
yang telah diputuskan. Karena dengan sikap inilah yang akan membuahkan hasil.
Oleh karena itu, musyawarah yang menjadi
salah satu pilar demokrasi merupakan sebuah keharusan bagi kaum muslimin dalam
memecahkan masalah di antara mereka, karena memang itulah yang diperintahkan
A-Qur’an.
Hanya saja perlu diketahui kelemahan dalam
demokrasi, adalah bisa jadi kebatilan menjadi sebuah keputusan bila dikehendaki
mayoritas peserta musyawarah. Sedang Musyawarah dalam Islam mengedepankan
petunjuk Allah dan Rosul-Nya.
B. Musyawarah adalah Ajaran
Islam
Musyawarah
diambil dari bahasa Arab yang artinya sebuah usaha untuk saling memberikan
nasihat atau saran dalam menyelesaikan suatu masalah. Tentu masalah yang
diselesaikan adalah suatu masalah yang rumit dan menyangkut kepentingan orang
banyak serta bersifat sosial. Sedang masalah-masalah yang telah ditetapkan oleh
agama sudah tidak dapat dimusyawarahkan lagi. Keputusan hasil musyawarah
tentunya akan memberikan keuntungan bagi banyak pihak karena telah melalui
proses tukar pendapat dan saran para peserta. Oleh karena itu, hendaknya
musyawarah dijadikan kebiasaan sebelum menetapkan keputusan. Hal ini agar
setiap penyelesaian masalah tidak berakhir dengan penyesalan
Rosulullah
saw senantiasa menjadikan musyawarah sebagai awal dari proses pengambilan
keputusan. Beliau tidak pernah segan bertukar pendapat dengan para sahabatnya
tentang suatu masalah. Bahkan, musyawarah menjadi salah satu kunci sukses
kepemimpinan beliau. Firman Allah :
38. dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. QS.
Asy-Syuro/42:38
Dan tentang musyawarah ini Rosulullah sw
bersabda kepada Ali bin Abi Tholib;” Wahai Ali, janganlah kamu bermusyawarah
dengan penakut, karena dia justru akan mempersempit jalan keluar. Jangan juga
dengan orang yang kikir, karena dia akan menghambat engkau dari tujuanmu. Juga
tidak dengan orang yang ambisi, karena dia akan menciptakan keburukan bagimu.
Ketahuilah wahai Ali, bahwa takut kikir dan ambisi merupakan sifat bawaan yang
semuanya bermuara para prasangka buruk kepada Allah”.
Dalam
konteks memusyawarahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan urusan umum
(public), perlu melibatkan orang-orang tertentu yang cakap terhadap masalah
yang akan dibahas, melibatkan para pemuka masyarakat, menyertakan kepada semua
unsur yang terlibat di dalam masalah yang dihadapi. Tetapi keterlibatan mereka
dapat diwujudkan melalui orang-orang tertentu yang mewakili mereka.
Islam
juga sama sekali tidak membatasi keterlibatan orang non-muslim dalam
menyumbangkan sarannya untuk memecakan masalah sosial. Karena memang ajaran
musyawarah dalam bersifat inklusif (terbuka), bukan hanya sesama muslim,
melainkan juga dengan warga yang ada (mis; non-muslim). Kerjasama dalam urusan duniawi
boleh dipecahkan secara bersama dan bukan menjadi monopoli umat Islam. Sebab
target utama yang akan dicapai adalah membangun iklim yang kondusif dalam
komunitas bersama.
Dalam
bermusyawarah, setiap orang harus menjunjung etika, menghargai pendapat orang
lain, mengakui kelemahan diri sendiri, dan mengakui kelebihan orang lain. Di
samping itu, orang yang bermusyawarah harus mampu menahan diri dari ingin
menang sendiri. Karena dalam melakukan tukar pendapat dan saling adu
argumentasi, tidak lain tujuan utamanya adalah mendapatkan kebaikan bersama.
Oleh karena itu, tidak boleh seorang pun ingin menang sendiri. Sebab dalam
musyawarah tidak ada pihak yang kalah dan menang. Kemenangan akan diraih ketika
keputusan telah dihasilkan. Itulah pentingnya pemahaman bagi setiap peserta
musyawarah, yakni lebih mengedepankan sikap kasih sayang (mawaddah),saling
toleransi (tasamuh).
Rosulullah
saw bersabda, bahwa orang yang biasa melakukan musyawarah akan terjaga dari
kesalahan dan kekeliruan. (HR. Abu Dawud).
Oleh
karena itu, hendaknya seorang muslim senantiasa menjadikan musyawarah sebagai
forum untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi, lebih-lebih masalah
bersama.
0 Komentar