A. Hasud
Diantara
akhlaq tercela adalah hasud. Wajib hukumnya setiap muslim membersihkan hatinya
dari sikap hasud. Hasud (hati iri dengki) adalah menginginkan musnahnya suatu
kenikmatan yang sedang diterima dan atau dialami oleh orang lain. Dan tidak
termasuk hasud bila keingin untuk memperleh kenikmatan seperti apa yang
dimiliki orang lain itu tidak diikuti keinginan musnahnya kenikmatan yang
dimiliki orang lain tersebut.
Seharusnya
seseorang tidak perlu bersikap hasud. Karena rizqi dan nasib seseorang telah
ditentukan oleh Allah swt melalui jerih payahnya sendiri. Dalam hal ini Allah
berfiman :
4/32. “dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada
bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala
sesuatu”.QS. An-Nisa’:32
Abu Laits
As-Samarqandi telah meriwayatkan sebuah hadits berkualitas hasan dari Abu
Huroiroh ra sebagai berikut :
عن أبى هريرة أنَّ النبي صلى الله عليه
و سلم قال : إيَّاكمْ وَالحَسَـدَ فإنَّ الحسـدَ يَأكلُ الحسناتِ كمَا يأكلُ
النَّارُ الحَطَـبَ (رواه أبو داود)
“Dari Abu
Huroiroh, bahwa Nabi saw bersabda, “Berhati-hatilah kalian terhadap sifat
hasad! Karena sesungguhnya sifat hasud bisa menghanguskan berbagai kebaikan
sebagaimana api membakar kayu bakar”.
1. Bahaya
Hasud menurut pendapat Para Ulama.
Mu’awiyah
bin Abi Sufyan berkata kepada putranya,” Wahai anakku, hati-hatilah terhadap
sifat hasud. Karena bahaya sifat hasud akan mengancam dirimu sebelum menimpa
musuhmu.”
Seorang
cendikiawan muslim berkata,” Waspadalah terhadap sifat hasud, sebab sifat hasud
merupakan dosa yang pertama-tama terjadi di langit dan di bumi. Penolakan Iblis
terhadap perintah Allah untuk bersujud kepada Adam tidak lain karena sifat
hasud, sehingga Allah mengutuknya. Dan Qobil membunuh Habil juga karena sifat
hasud.
Al-Ahnaf
bin Qois berkata, “Orang yang memiliki sifat hasud tidak dapat merasa bahagia
dan orang yang bakhil tidak akan berbudi”.
Abu
Laits berkata ,”Tidak ada suatu yang lebih jahat daripada sifat hasud.
Seseorang yang memiliki sifat hasud setidaknya akan tertimpa 5 bencana sebelum
bencana tersebut mengenai sesuatu yang
dijadikan sasaran sifat hasudnya, yaitu ; hatinya terus merasa risau, cobaan
yang tidak menghasilkan pahala, tertimpa sifat yang tercela, dimurkai Allah dan
tertutup dari pintu taufiq”.
Bahaya
lain yang ditimbulkan sifat tercela ini adalah membuat pelakunya selalu
berfikiran buruk dan tidak bisa menilai secara obyektif. Oleh karena itu, dia menjadi tampak tidak wajar
dihadapan manusia dan akan dibenci komunitasnya. Bahkan seseorang yang
memelihara sifat hasud, selamanya tidak bisa menjadi pemimppin.
2. Sifat
hasud yang diperbolehkan
Pada
penjelasan terdahulu telah disampaikan bahwa sifat hasud merupakan sifat yang
sangat buruk. Namun demikian, ada dua jenis sifat hasud yang ternyata tidak
dikategorikan sebagai sifat buruk, tetapi malah dianjurkan dalam ajaran Islam.
Sebagaimana Hadits berikut :
عبد الله بْنِ مسعود قال: قال النبي صلى الله عليه و سلم
لا حَسَـدَ إلا فِى اُثـنَـتـَيْنِ رَجُـلٌ أتاهُ اللهُ مَالاً فَـسُـلِّـطَ عَلَى
هَـلَـكَـتِـهِ فِى الْحَـقِّ وَ رَجُـلٌ أتَاه اللهُ الحِكْمَةَ فَهُوَ يَقضِى
بَهَا وَ يُعَلِّمُهَا (رواه البخارى)
“Abdullah bin Mas’ud berkata, bahwa Nabi saw
Bersabda,” sifat hasud tidak diperbolehkan kecuali dalam dua hal yaitu:
seseorang yang diberi harta kekayaan oleh Allah, lantas membelanjakan dalam kebaikan, dan seseorang yang diberi
kepandaian oleh Allah lantas mengamalkan dan mengajarkan kepada orang lain.”
(HR.Al-Bukhori)
B. Riya’
Riya’ artinya memperlihatkan kepada orang lain
perbuatan yang ditujukan untuk akhirat, supaya disanjung dan dipuji, atau supaya
memperoleh penghargaan dari orang lain. Hakikat riya’ sebenarnya ada di dalam
hati manusia dan bukan dalam bentuk perbuatannya. Sebab ada orang yang
memperlihatkan pekerjaannya di depan orang lain, bukan untuk tujuan agar
mendapatkan sanjungan orang lain, tetapi tujuannya untuk memberi contoh. Yang
demikian bukanlah termasuk perbuatan riya’. Dengan kata lain, sifat riya’ sulit diketahui oleh orang lain, yang mengetahui
hanyalah dirinya sendiri dan Allah swt.
Riya’
adalah termasuk bentuk perbuatan syirik dan disebut sebagai syirik kecil /
syirik yang tersembunyi.
Diriwayatkan dalam satu hadits, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesuatu yang paling aku khawatirkan
kepada kamu sekalian adalah perbuatan syirik kecil. Ketika ditanya tentang
maksudnya, beliau menjawab: Yaitu riya’.
Diriwayatkan oleh
Abu Sa’id Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Maukah kamu aku beritahu tentang sesuatu, yang menurutku, lebih aku
khawatirkan terhadap kamu daripada Al-Masih Ad-Dajjal. Para
sahabat menjawab: “Baiklah, ya Rasulullah.” Beliaupun bersabda: “Syirik
tersembunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melakukan shalat, dia perindah
shalatnya itu karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya.”
1. Jenis
Riya’
a. Riya’ dalam niat
Riya’ dalam niat artinya riya’
yang muncul ketika mengawali suatu pekerjaan. Ketika seseorang mengawali suatu
pekerjaan menaruh niat untuk mendapat sanjungan dan penghargaan dari orang
lain, bukan bertujuan untuk mendapat ridlo’Allah maka pekerjaan tersebut
sia-sia dihadapan Allah tanpa membuahkan pahala.
عمر بن الخطاب رضى الله عنه يقول: سمعت
رسول الله صلى الله عليه و سلم يَقولُ إنَّمَا الأعْمَالُ بالنيَاتِ وَ إنمَا
لِـكُـلِّ أمْرِئٍ مَا نَوَى . . . . . (متفق عليه)
“Umar bin Al-Khoththob ra berkata, aku
mendengar Rosulullah saw bersabda,” Bahwasanya setiap amal itu tergantung dari
niatnya dan apa yang akan diperoleh seseorang tergantung niatnya pula.” (HR.
Al-Bukhori dan Muslim).
b. Niat dalam perbuatan
Riya’ dalam perbuatan adalah riya’ yang
muncul ketika seseorang tengah melakukan amal perbuatan. Riya’ juga bisa
terjadi di dalam sholat, yaitu dengan memperlihatkan ketekunan, kekhusyukannya
dan kefasihan bacaannya dengan tujuan mendapat sanjungan sebagai hamba yang
paling baik dan paling rajin beribadah. Firman Allah :
4. Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5.
(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6.
orang-orang yang berbuat riya[1603],
Adapun menceritakan amal perbuatan kepada
orang lain untuk mendapat sanjungan disebut sum’ah. Dan orang yang mengagumi
akan kehebatan dirinya disebut ujub. Orang yang merasa lebih hebat dari
orang lain namanya takabbur. Yang semua ini adalah saudara dari sifat
riya’.
2. Bahaya Riya’
Riya’
adalah penyakit hati yang wajib dihindari sebab yang dapat membinasakan, dan
bahayanya amat berat bagi seorang muslim. Diantara bahayanya adalah sebagai
berikut :
a. menumbuhkan
sifat sombong
b. penyesalan
akan amalnya jika tidak mendapat sanjungan dari orang lain.
c. Menyebabkan
malas beramal ketika tidak mendapat penghargaan
d. Menghilangkan
pahala amal sholeh
e. Dibenci
oleh Allah dan manusia
f.
Menimbulkan rasa
dendam terhadap orang yang tidak memujinya.
C. Berbuat Aniaya
Aniaya dalam Islam diistilahkan dengan sebutan zholim ( ظالم ) adalah meletakkan sesuatu tidak pada
tempatnya. Dengan demikian sifat zholim tidak identik dengan sifat bengis.
Sebab ditinjau dari pengertian tadi, duduk di atas meja juga termasuk dalam
kategori perbuatan zholim.
1. Jenis-jenis
perbuatan aniaya
a. Aniaya
terhadap diri sendiri, mis: meracuni tubuh dengan rokok, minuman keras atau
narkoba, meracuni jiwa dengan kesyirikan dan kemaksiatan .
b. Aniaya
kepada orang lain, mis: menyakiti orang lain
c. Aniaya
kepada lingkungan, mis: merusak kelestarian alam
Dari
Jabir bin abdillah bahwa Rosulullah saw bersabda,”Takutlah kalian untuk berbuat
zholim! Karena perbuatan zholim itu menyebabkan kegelapan (kesengsaraan) kelak
di hari qiyamat.” (HR. Muslim)
أنَّ عبد الله بن عمر رضى الله عنهما أخبره رسول
الله صلى الله
عليه وسلم قال المُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ لايَظْلِمُهُ وَلايُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ
فِى حَاجَةِ أخِيهِ كان اللهُ فِى حَاجَتِهِ . (وراه البخارى)
” Abdullah
bin Umar ra memberitahukan bahwa Rosulullah saw bersabda,”Sesama muslim itu
adalah bersaudara. Hendaklah seorang muslim tidak menzholimi maupun menipu
muslim yang lain. Barangsiapa mau membantu saudaranya, niscaya Allah akan
memenuhi kebutuhannya.”
2. Akibat
Buruk Perbuatan aniaya
Semua perbuatan aniaya akan menimbulkan dampak
/ bahaya baik di dunia maupun di akhirat terutama bagi pelaku aniaya itu
sendiri.
Begitu
besarnya bahaya aniaya / zholim sehingga seorang muslim wajib untuk mencegah
atau memperingatkan bagi orang yang berbuat aniaya tersebut. Ketika seseorang
bersikap acuh tak acuh terhadap kezholiman yang terjadi di hadapannya, maka
Allah akan menimpakan bencana tidak saja kepada si pelaku, namun juga kepada
orang yang membiarkan perbuatan buruk itu merajalela.
عن
خالد وإنّا سمعنا النبي صلى الله عليه وسلم
يقول إنَّ النَّأسَ إذا رََأَوْا الظَالِمَ فَلَمْ يَأخذوْا على يديه أَوْشَكَ أنْ
يُعَمَّهُمُ اللهُ بِعِفَابٍ (رواه أبو داود)
Dari
Kholid, sesungguhnya kami telah mendengar Nabi saw bersabda,” Jika ada orang
yang membiarkan orang lain berbuat zholim, maka Allah akan menimpakan adzab
kepada seluruh komunitas tersebut.” (HR.Abu Dawud)
Karena
perbuatan zholim ini secara tidak terasa sering kali kita kerjakan, sudak
selayaknya kita senantiasa mohon ampun kepada Allah swt. Dalam hal ini banyak
doa yang diajarkan oleh Rosulullah saw, yang diantaranya doa yang dibaca dalam
sholat sebelum salam berikut ini:
اللهم
إنى ظلمتُ نفسى ظلما كثيرا ولا يغفر الذنوب إلا أنت فاغْفِرْلى مَغفِرَةً مِنْ
عِنْدِكَ وارْحَمْنِى إنَّكَ أنتَ الغفُورالرحيم
“Ya
Allah, sungguh aku sering kali berbuat zholim pada diriku sendiri. Sementara
tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau. Oleh karena itu, ampunilah
dosa-dosaku dan limpahkan kasih sayang dari sisi-Mu kepadaku. Sebab
sesungguhnya Engkaulah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
0 Komentar