A.
Persatuan dalam Islam
Banyak ayat Al-Qur’an dan sunnah yang
menegaskan bahwa kaum muslimin wajib mewujudkan persatuan. Akan tetapi
persatuan yang diinginkan dalam Islam bukanlah persatuan yang didasarkan pada
ikatan fanatisme kelompok, kesusukuan, ataupun ikatan yang lainnya. Islam hanya
menginginkan persatuan dikalangan umat yang didasarkan pada semangat nilai-nilai
keislaman dan tauhid. Hal ini sebagaimana yang terungkap dalam firman-Nya : QS.
Ali Imron : 103
Artinya
: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu
telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk”.
Umat
Islam dewasa ini sangat jauh dari nilai-nilai ayat di atas. Hampir semua ulama
dan cendikiawan muslim sedunia sepakat bahwa kaum muslimin saat ini menghadapi
satu problema besar yaitu cerai berainya umat Islam. Di sana-sini terjadi perpecahan di bidang
ekonomi, politik, kebudayaan, aliran faham agama. Padahal dengan persatuan
sajalah berbagai problema umat Islam dapat diatasi.
Apabila
kita merujuk pada sejarah umat Islam, dapat kita ketahui bagaimana pembentukan
masyarakat madani pasca hijrah dari Mekah ke Medinah. Persatuan umat Islam pada
waktu itu tidak lepas dari upaya Rosulullah saw untuk mempersatukan para
shahabatnya yang berasal dari berbagai kabilah Arab. Keberhasilan Rosulullah
saw pada waktu itu tidak hanya sebatas mempersatukan antar kabilah yang ada di
Mekah, namun juga antara kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Persatuan yang
dibentuk Rosululallah saw benar-benar didasarkan pada persaudaraan yang
bersifat universal, yakni atas nama kalimat tauhid yang lebih dikenal dengan
istilah Ukhuwah Islamiyah. Sebagai contoh, sahabat Bilal Al-Habasyi (Ethiopia),
Shuhaib Ar-Rumi (Romawi), dan Salman Al-Farisi ( Persia ), dapat hidup
berdampingan dan saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Apa
bila diperhatikan dengan saksama, perpecahan umat Islam dewasa ini, khususnya
yang ada di Indonesia,
tidak lain hanyalah disebabkan oleh kesalahpahaman kaum muslimin dalam
menyikapi perbedaan yang terjadi. Seharusnya segala bentuk perbedaan yang demikian
ini disikapi secara arif dan bijaksana. Selama perbedaan tersebut masih dalam
koridor yang tidak melanggar batas-batas keyakinan (tauhid), hendaknya
keberagaman tersebut dianggap sebagai berkah dan rohmad bagi kehidupan.
Bukankah
perbedaan di antara manusia diciptakan sebagai ujian bagi kita ? Firman Alloh :
Artinya : “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah
kamu perselisihkan itu “ QS.Al-Maidah/5 : 48
Bisakah
kita lulus dalam menghadapi ujian ? Seharusnya kita lebih arif dan bijaksana,
dan ketahuilah, bahwa setiap manusia mempunyai latar belakang yang tidak sama,
punya pengalaman dan pengetahuan yang berbeda, dan punya kecerdasan akal yang
tidak sama juga. Dengan demikian hendaknya kita sebagai kaum muslimin memandang
fenomena perbedaan sebagi sesuatu yang lumrah terjadi. Renungkanlah sabda
Rosululloh saw, “Perbedaan umatku adalah rohmat”. Oleh karena itu,
perbedaan yang muncul merupakan sunnatulloh bagi manusia.
B.
Kerukunan Beragama
1. Pengertian
kerukunan Beragama
Kerukunan beragama jangan diartikan
merukunkan ajaran agama-agama. Karena masing-masing agama pada hakekatnya
memiliki klaim-klaim kebenaran yang berada pada wilayah yang sensitif. Hal ini
sangat wajar karena pemelik agama memerlikan keyakinan doktrinal. Oleh karena
itu, kerukunan beragama hendaklah diartikan kerukunan antar umat beragama. Dengan
demikian, yang perlu dirukunkan bukan ajaran agamanya, tetapi umatnya, yang
sama-sama satu bangsa. Di sinilah pentingnya sikap toleransi antarumat
beragama.
Kata toleransi dalam bahasa Arab diistilahkan
dengan tasamuh, yang artinya sikap saling menghargai, memberikan
kesempatan untuk berprinsip maupun berideologi yang bertentangan dengan
pendirian diri sendiri. Jadi tidak ada upaya memaksakan keyakinan kepada orang
lain yang telah menganut suatu agama. Bahkan dalam kontek ini, apapun yang
dilaksanakan oleh pemeluk agama tentu tidak dapat diganggu gugat atau dilarang
atas nama sebuah keyakinan agama lain. Dalam hal ini Allah berfirman :
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah.
3. dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. dan aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku."
2. Kerukunan
Intern Umat Beragama
Antara
seorang muslim dengan muslim lainnya adalah saudara. Pengikat persaudaraan ini
adalah keyakinan agama. Orang yang seagama berarti mempunyai Tuhan yang sama,
Nabi yang sama dan tujuan hidup yang sama pula, yaitu ingin mendapatkan
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Persaudaraan yang terjalin antara
sesama umat Islam ini menyangkut seluruh sendi kehidupan, mulai dari masalah
pribadi sam pai masalah sosial, ekonomi, dan bahkan sampai masalah kenegaraan.
Di antara sesama muslim hendaklah saling kasih sayang, saling membantu dan
saling [[diselesaikan secara bersama-sama, sehingga menjadi ringan. Dalam hal
ini Rosululloh bersabda :
عن
أبى موسى عن النبى صلى الله عليه و سلم قال: إنّ المؤمن للمؤمن كالبنيانِ يشدّ بعضه
بعضا و شبّك أصابعه (رواه البخارى)
Artinya : Dari Abi Musa, dari Nabi saw, beliau bersabda”
Sesungguhnya hubungan seorang mu’min dengan mu’min yang lainnya itu, bagaikan
kostroksi bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya.”
Lantas Rosullullah saw menjalin jari-jemarinya
[ untuk menunjukkan simbul persatuan persatuan orang mukmin]. ( HR. Al-Bukhori
)
عن
النعمان بن بشير قال :قال رسول الله صلى الله عليه و سلم مثل المؤمنين فى توادّهم
وتراحمهم وتعاطفهم مثل الجسد إذا اشتكى منه عُضْوٌ تداعى له سائر الجسد بالسّهر
والحمى (رواه البخارى ومسلم)
Artinya : “Dari Nu’man bin Basyir, dia
berkata, Rosululloh saw bersabda :” Perumpamaan orang -orang yang beriman
didalam cinta-mencintai, sayang menyayangi dan kasih mengasihi adalah seperti
satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit anggota-anggota tbuh yang
lain ikut merasa-kannya, yaitu tidak bisa tidur dan merasa demam,” (HR.
Al-Bukhori dan Muslim)
عن
سالم عن أبيه أنّ رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: المسلم أخوالمسلم لايظلمه
ولايسلمه ومن كان فى حاجة أخيه كان الله فى حاجته، ومن فرّج عن مسلم كربة فرّج
الله عنه كربة من كربات يوم القيامة ومن ستر مسلما ستره الله يوم القيامة (رواه البخارى ومسلم)
Artinya : Dari Salim dari ayahnya bahwa Rosululloh saw
bersabda,” Muslim yang satu adalah saudara dengan muslim yang lain. Oleh
karena itu, tidak boleh menganiaya dan membiarkannya. Barang siapa yang
memperhatikan kepentingan saudaranya, maka Alloh akan memperhatikan
kepentingannya. Barang siapa yang melapangkan satu kesulitan terhadap sesama
muslim, maka Alloh akan melapangkan satu dari beberapa kesulitannya nanti pada
hari Qiyamat,” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
Hadits-hadits
diatas diwujudkan oleh Rosululloh saw dan para shohabatnya baik di Mekah maupun
di Madinah. Sewaktu beliau di Mekah banyak sekali para shohabat yang disiksa
dan dianiaya oleh kafir Quroisy, shohabat yang lain membela dengan sekuat
tenaga. Bilal bin Robbah disiksa oleh tuannya karena masuk Islam. Abu Bakar
akhirnya yang menolong dengan membebaskannya dari status budak. Demikian juga Zubair
bin Awam karena masuk Islam ia disiksa oleh pamannya. Namun shohabat yang
lainnya pun juga menolongnya.
Ketika
Nabi Muhammad saw dan para shohabat hijrah ke Madinah, shohabat anshor bila
punya rumah lebih dari satu diberikan kepada shohabat Muhajirin, demikian juga
dalam hal makanan sampai dengan istri. Bila punya istri lebih dari satu,
diceraikannya untuk kemudian agar diperistri shohabat muhajirin.
Dengan
persaudaraan yang diikat oleh agama, umat Islam pada waktu itu mempunyai
persatuan yang kokoh, sehingga musuk takut menghadapinya. Pembinaan persatuan
yang kokoh inilah yang menjadi kunci keberhasilan Rosullulloh saw dalam
mengembangkan ajaran agama Islam di tengah-tengah masyarakat Arab.
Dari uraian di atas kiranya cukup untuk
menggambarkan betapa pentingnya persatuan umat
Islam untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Kerukunan Antar Umat Beragama
Indonesia
adalah negara yang berdasarkan Pancasila. Ada
beberapa agama yang resmi boleh hidup dan tumbuh di Indonesia, yaitu Islam, Katholik,
Protestan, Hindu, Budhs dan Khonghucu. Bagaimana sebenarnya pandangan Islam
tentang kehidupan antar umat beragama ? Di dalam Islam tidak ada konsep
permusuhan atau kebencian terhadap orang yang bukan seagama. Ajaran Islam
berusaha menegakkan kehidupan beragama dalam suasana damai, rukun dan saling
kerjasama dengan orang-orang walaupun bukan beragama islam.
Hal
ini telah dibuktikan oleh Rosululloh saw ketika beliau membentuk pemerintahan
di kota Madinah.
Pada waktu itu penduduk kota
Madinah terdiri atas tiga golongan, yaitu Islam, Yahudi dan Kristen. Beliau menyatukan
masyarakat dengan persamaan hak dan kemerdekaan beragama. Karena penganut
Nasroni di Madinah pada waktu itu sedikit,maka perhatian Rosululloh saw banyak
tercurah kepada golongan Yahudi. Beliau mengadakan perjanjian dengan mereka.
Perjanjian itu dimaksudkan hanya untuk kepentingan dunia semata, tidak
menyangkut permasalahan agama seperti masalah aqidah dan ibadah.
Isi perjanjian itu antara lain sebagai berikut :
a. Seluruh
penduduk Medinah merupakan satu kesatuan warga yang bebas berfikir dan
melakukan ajaran agamanya masing-masing serta tidak boleh saling mengganggu.
b. Apabila
kota Madinah
diserang musuk, kita harus mempertahankan bersama-sama.
c. Apabila
salah satu golongan diserang musuh, golongan yang lain harus membantunya.
d. Jika timbul perselisihan, maka
penyelesaiannya di bawah keadilan, yang dipimpin oleh Rosululloh saw.
Dengan
pembentukan masyarakat kota
Madinah seperti ini, maka persatuan dan kesatuan dapat tercipta dengan kokoh
dan dakwah Islamiyah dapat berjalan dengan sukses.
Sebagai
gambaran toleransi Islam terhadap golongan non-Islam, tercermin dalam cara-cara
melakukan penyiaran agama Islam. Dakwah Islam tidak boleh dilaksanakan dengan
kekerasan atau paksaan, tetapi harus dilaksanakan dengan cara yang halus,
bijaksana, persuasif dan melalui proses dialogis dengan materi keutamaan
memeluk agama Islam, keimanan Islam yang mudah dipahami secara logis,
kesederhanaan dalam mengamalkan ibadah, dasar-dasar kesosilaan yang berprinsip
saling menghormati, kesempurnaan ajaran Islam dan lain-lain.
Diceritakan
dalam sebuah kisah, bahwa salah shohabat dari golongan Anshor mempunyai dua
orang anak yang beragama Nasroni. Shohabat tersebut datang kepada Rosululloh
saw menanyakan apakah boleh memaksakan keduan anaknya untuk memeluk agama Islam
? setelah pertanyan itu selesai, turunlah ayat yang mengatakan ,bahwa tidak ada
paksaan untuk masuk agama Islam.
Artinya
: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.QS.Al-Baqoroh / 2
: 256
Dari ayat di atas
tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam, akan tetapi ketika telah menjadi
seorang muslim, maka wajib hukumnya melaksanakan ajaran agama Islam secara
menyeluruh (kaffah), bukan hanya melaksanakan ajaran yang disenangi saja dengan
dasar firman Allah swt :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. QS.Al-Baqoroh/2:208
Dengan demikian
jelaslah bahwa toleransi Islam terhadap golongan non-Islam sangatlah tinggi.
Tetapi ingat, bahwa toleransi ini hanya sebatas masalah keduniawian ( hal
bekerja, belajar, bertetangga,berteman dan lain-lain ). Adapun yang terkait
dengan masalah aqidah dan ibadah harus tetap sesuai dengan agama dan keyakinan
masing-masing.
4. Kerukunan Umat Beragama
dengan Pemerintah.
Pemerintah
dalam agama diistilahkan dengan Ulil amri (yang memiliki kekuasaan atau
urusan). Menurut para ulama ahli tafsir, ulil amri adalah orang-orang yang
memegang kekuasaan. Pihak-pihak yang termasuk dalam kategori ulil amri bisa
meliputi pihak pemerintah, alim ulama dan pemimpin lainnya. Dengan demikian ulil
amri mengandung arti pemimpin dalam arti yang luas. Termasuk didalamnya
pemimpin dalam arti politik / pemerintahan yang mengangani urusan-urusan
keduniaan yang sering disebut dengan istilah umaro’ maupun tokoh keagamaan
yang disebut juga dengan istilah ulama’.
Apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kepetusan, umat Islam wajib menerima dan
mematuhinya selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran
Islam. Jika bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam, tidak dibenarkan untuk
mematuhinya, bahkan wajib mengingatkan dan tidak menuruti perintah itu. Alloh
swt berfirman :
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. QS.An-Niasa’/4:59.
Jika semua lapisan masyarakat
terutama umat beragama telah mematuhi peraturan-peraturan dan
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, diharapkan keamanan dan
ketertiban akan terwujud. Dengan demikian pemerintah dapat memajukan
kesejahteraan masyarakat. Bagi warga nagara juga dituntut untuk ikut serta
membantu usaha pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat sesuai dengan
keahlian di bidangnya masing-masing.
Demikianlah Islam mengajarkan
toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.kaum muslimin tidak
dibenarkan menciptakan permusuhan dengan orang yang tidak seiman dengannya,
terlebih dengan sesama muslim. Walaupun berbeda suku bangsa dan agama, Islam
tetap memerintahkan penganutnya untuk menjalin hubungan baik. Kkarena Alloh swt
menciptakan keberagaman bukan untuk dijadikan sumber konflik, melainkan untuk
dijadikan sebagai potensi yang bisa disatukan menjadi sebuah kekuatan bersama.
Bahkan perbedaan itu bisa dijadikan ajang saling mengenal satu sama lain dan
menambah rasa kasih sayang. Alloh swt telah berfirman :
:”Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. QS.Al-Hujurot / 49:13.
-------o0o0o0o------
مَوْلايَ
صَلِّ وَ سَـلِّمْ دَائِـمًا اَبَدًا # عَلَى حَبِيْـبِكَ خَيْرِ الْخَلْقِ كُلِّـهِمِ
هُوَ
الْحَبِيْبُ الَّذِىْ تُرْجَى
شَفَاعَـتُهُ # لِكُـلِّ هَوْلِ مِنَ الْاَهْوَالِ مُقـْتَحِمِ
يَارَبِّ
بِالْمُصْطَفَى بَلـِّغْ مَقَاسِـدَنَا #
وَاغْفـِرْلَنَا مَامَضَى
يَاوَاسِعَ الْكَرَمِ
Maulaya
solli wa sallim daiman abada, ala habibika koiril
kolqi kullihimi,
Huwal
habibulladzi turja syafa’atuhu, likulli hauliminal
ahwali muqtahimi
Ya
Robbi bil Mustofa balligh maqosidana, waghfirlana ma madlo ya
Wasi’alkaromi
Junjunganku ! sholawat dan salam yang
kekal abadi semoga Engkau limpahkan atas kekasih-Mu sebaik-baik dari semua
ciptaan. Beliau adalah kekasih yang diharapkan pertolongannya untuk setiap
perkara dari perkara-perkara yang besar lagi membahayakan. Wahai Tuhan ! Dengan
berkah Nabi Pilihan sampaikanlah citacita kami dan ampunilah kami akan
dosa-dosa yang telah lalu ! Wahai Dzat yang Maha Luas Kemurahannya
0 Komentar