A. Rosulullah saw Hijrah ke Madinah
Peristiwa hijrah ke
Madinah merupakan salah satu bagian dari rentetan sejarah dakwah Rasulullah saw.
Oleh karena itu, peristiwa yang terjadi pada tahun 622 M ini, tidak bisa
dilepaskan dari beberapa peristiwa yang dialami Rasulullah saw pada tahun-tahun
sebelumnya.
Pada tahun 619 M,
Rasulullah ditinggal wafat istri yang sangat dicintai, yaitu Siti Khadijah ra.
Tidak lama kemudian, Rasulullah juga ditinggal oleh paman yang selalu
melindunginya, yaitu Abu Thalib. Oleh karena itu, tahun 619 M kemudian dikenal
sebagai tahun kesedihan nabi Muhammad saw atau ‘amul huzn.
Abu Thalib merupakan pimpinan Bani Hasyim. Sepeninggal
beliau, pimpinan Bani Hasyim berpindah pada Abu Lahab. Perubahan ini membuat
pengaruh yang sangat besar terhadap kelangsungan dakwah Nabi Muhammad saw.
Sebab, jika pada masa hidupnya Abu Thalib selalu melindungi Rasulullah, maka
Abu Jahal justru memusuhi Nabi. Kenyataan ini kemudian dimanfaatkan kaum
Quraisy untuk melakukan tindakan – tindakan yang sangat kejam. Mereka semakin
gencar menganggu gerakan dakwah beliau, bahkan lebih dari itu mereka juga
menyusun rencana untuk membunuhnya.
Memperoleh perlakuan seperti itu,
Nabi Muhammad merasa perlu untuk memperoleh perlindungan baru. Beliau pun pergi
ke Tha’if dengan harapan memperoleh perlindungan dari pimpinan di sana. Namun, dua dari tiga
kepala kabilah yang beliau harapkan menolak untuk memberikan perlindungan.
Kedua kepala keluarga itu adalah Akhnas bin Syariq dari Bani Zuhrah dan Suhail
bin ‘Amir dari Bani ‘Amir. Untung saja ‘Muth’im dari Bani Naufal berkenan
memberikan perlindungan.
Setelah memperoleh perlindungan
dari Muth’im, Nabi Muhammad saw melanjutkan gerakan dakwahnya. Sejak itu, Nabi
Muhammad juga berusaha memperluas hubungannya dengan masyarakat di luar suku
Quraisy, seperti suku Badui serta suku Aus dan Khazraj dari Yatsrib (Madinah).
Jalinan itu dilakukan Rasulullah setiap kali musim haji tiba, tepatnya ketika
mereka datang ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji.
Pada suatu musim haji, datanglah 12
orang penduduk Yatsrib ke kawasan ‘Aqabah menemui Rasulullah saw. Di tempat
inilah mereka menyatakan janji setia (bai’at) kepada beliau yang kemudian
dikenal dengan nama Bai’ah Aqabah pertama. Mereka berikhrar untuk
tidak menyekutukan Allah swt, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh
anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, dan tidak menolak untuk berbuat
kebaikan. Selanjutnya Rasulullah saw menugaskan Mush’ab bin ‘Umair untuk
mengajarkan Al-Qur’an dan nilai-nilai Islam lainnya kepada mereka. Setelah
adanya bai’at inilah Islam mulai tersebar di Yatsrib dengan juru dakwah Mush’ab
yang memberikan pelajaran agama dikalangan muslimin Aus dan Khazraj.
Menjelang bulan-bulan suci,
Mush’ab datang ke Mekah. Dia bercerita kepada Rasulullah saw tentang keadaan
kaum muslimin di Yatsrib. Mereka
memiliki ketahanan dan kekuatan yang bisa diandalkan. Mush’ab juga menginformasikan
bahwa pada musim haji tahun ini, mereka akan datang lagi ke Mekah dalam jumlah
yang jauh lebih besar. Berita yang disampaikan Mush’ab membuat Rasulullah saw
berpikir untuk hijrah ke sana. Masyarakat Yatsrib lebih bisa menerima Islam.
Selain itu, Yatsrib lebih makmur daripada Mekah, karena ada pertanian, kebun
kurma, dan anggur. Karena itu, lebih baik apabila kaum muslimin Mekah hijrah ke
tempat saudara-saudara mereka di Yatsrib. Pada tahun 622 M, jamaah haji dari
Yatsrib benar-benar datang ke Mekah. Mereka terdiri dari 75 orang yang
terdiri dari 73 pria dan 2 perempuan. Pada kesempatan inilah terjadi Bai’atul
‘Aqabah kedua.
Melihat keadaan Yatsrib yang
lebih kondusif, akhirnya Rasulullah saw meminta sahabat-sahabatnya supaya
hijrah ke kawasan kaum muslimin di Yatsrib yang lebih kenal dengan kaum Anshor.
Beliau berpesan kepada sahabatnya agar meninggalkan Mekkah secara terpencar-pencar,
agar tidak menimbulkan kecurigaan pihak kafir Quraisy. Mulailah kaum Muslimin melakukan
hijrah secara sendiri-sendiri atau kelompok-kelompok kecil. Akan tetapi hal itu
rupanya sudah diketahui oleh Pihak Quraisy. Mereka segera bertindak dan
membujuk agar kaum muslimin kembali kepada kepercayaan mereka, kalau tidak akan
disiksa dan dianiaya.
Sedangkan peristiwa hijrah
Rasulullah saw sendiri diawali dengan rencana pembunuhan kafir Quraisy terhadap
beliau pada malam hari. Mengetahui hal ini, Rasulullah bergegas untuk hijrah ke
Yatsrib (624 M) setelah mendapat izin dari Allah swt. Akhirnya beliau pergi ke
rumah Abu Bakar untuk mengajaknya hijrah bersama. Ajakan beliau itupun diterima
baik Abu Bakar.
Rasululah saw dan Abu Bakar
sempat tinggal dalam Gua Tsur selama tiga hari dalam rangkaian
perjalanan hijrahnya. Sementara itu kaum kafir Quraisy terus memburu beliau dan
menyediakan 100 ekor unta bagi siapa saja yang dapat menangkap Rasulullah.
Pada hari ketiga ketika situasi
sedikit lebih aman, Rasulullah saw meneruskan perjalanan. Sementara di pihak
lain. Penduduk kota Yatsrib (Madinah) menunggu kedatangan Nabi dengan penuh
rasa kerinduan. Setiap hari selesai shalat Shubuh, mereka pergi ke luar kota
menanti kedatangan Nabi dengan sabar. Ketika Nabi Muhammad saw dan rombongan datang,
umat Islam di Madinah menyambut dengan gembira.
B. Persaudaraan
Sahabat Anshar dan Muhajirin
Semenjak kedatangan
kaum Muslimin Mekah, penduduk muslimin Yatsrib, menjadi bertambah. Di kawasan
tersebut akhirnya terbentuk dua golongan, yakni kaum muslimin Muhajirin dan
Anshar. Kaum Muhajirin adalah kaum muslimin yang berhijrah dari Mekah ke Madinah.
Sedangkan kaum Anshar adalah penduduk asli Madinah yang sudah menganut agama
Islam. Disebut kaum Anshar karena mereka menolong kaum Muhajirin, yakni orang-orang
yang hijrah dari tempat tinggal aslinya. Selain itu, terdapat orang-orang
musyrik dari sisa-sisa kabilah Aus dan Khazraj dan juga orang-orang Yahudi.
Orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah pada waktu itu terdiri dari Bani
Qainuqa’ tinggal di kawasan sebelah dalam, Bani Quraizhah di Fadak, Bani Nadzir
dan Yahudi Khaibar di sebelah Utara.
Dengan kondisi
penduduk yang majemuk seperti ini, mula-mula Rasulullah menyusun strategi
mempercepat persatuan mereka, untuk menghilangkan segala kemungkinan munculnya
api permusuhan lama di kalangan mereka. Untuk mencapai maksud ini, beliau mengajak kaum muslimin
bersumpah atas nama Allah untuk terus menjaga persaudaraan. Dengan persaudaraan
ini kaum muslimin Madinah bertambah kokoh.
Ternyata kalangan Anshar
memperlihatkan sikap ramah yang luar biasa terhadap saudara-saudara mereka kaum
Muhajirin. Orang
muhajirin yang telah meninggalkan harta benda mereka di Mekah tidak merasa
kekurangan ketika datang di Madinah. Sebab orang-orang Anshar tidak segan-segan
untuk berbagi bersama saudaranya. Tetapi tidak semua orang Muhajirin mau
menjadi beban kaum Anshar. Abdurrahman bin ‘Auf misalnya, menolak ketika Sa’ad
mau membagi dua harta miliknya. Ia hanya minta ditunjukkan jalan ke pasar. Di
pasar itulah ia berdagang mentega dan keju. Mereka pun membanting tulang
untuk bekerja mencari nafkah.
C.
Perjuangan Muslimin di Madinah
Menurut ahli
sejarah, Nabi Muhammad saw terpaksa harus membela diri ketika menghadapi
perlawanan kaum kafir. Oleh karena itu, peperangan pun akhirnya tidak dapat
dihindarkan. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Rasulullah saw pernah
mengikuti perang sebanyak 27 peperangan. Peperangan yang diikuti Nabi disebut Ghazwah,
sedangkan yang tidak diikuti Rasulullah disebut sariyyah yang telah
terjadi sebanyak 38 kali.
Perang pertama yang
dialami kaum muslimin adalah perang Badar yang terjadi pada tanggal 17
Ramadhan tahun 2 H. Menurut sebuah riwayat, disebut perang Badar karena terjadi
di dekat sebuah perigi milik seorang bernama Badar, antara Mekah dan Madinah. Sumber lainnya
menyatakan, disebut Badar karena terjadi di desa Badar. Pasukan Islam ketika itu
sebanyak 313 orang, terdiri dari 210 orang Anshar dan selebihnya kaum
Muhajirin. Bendera pasukan Islam dipegang oleh Mush’ab bin Umair. Pihak lawan,
dalam hal ini kaum kafir Quraisy berkekuatan 1000 orang. Dalam perang tersebut
70 orang kafir Quraisy terbunuh, diantaranya Abu Jahal dan Ummayyah bin Khalaf.
Sementara dari pasukan Islam, terdapat 14 orang yang meninggal sebagai Syuhada’.
Kemenangan diraih kaum muslimin pada peperangan ini.
Setelah mengalami kekalahan di
Perang Badar, kaum Quraisy tetap tidak menghentikan permusuhannya terhadap Nabi
Muhammad saw. Mereka bertekad membalas dendam atas kekalahan tersebut. Abu
Sufyan menyiapkan pasukan 3000 pasukan terdiri dari orang-orang Quraiys, Arab
Tihamah, Kinanah, Bani Harits, Bani Haun dan Bani Muththalib. Untuk menghadapi
serangan ini, Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahat-sahabatnya. Pada
awalnya 1000 orang pasukan Islam berangkat, tetapi tiba – tiba Abdullah bin
Ubai pimpinan kaum munafik beserta 300 pengikutnya keluar dari pasukan Islam.
Nabi beserta pasukannya bergerak sampai ke Bukit Uhud. Dalam peperangan ini
kaum muslimin mengalami kekalahan. Hal ini disebabkan kaum muslimin tidak
mengindahkan perintah Rasulullah saw untuk tidak meninggalkan posisinya masing-masing
hingga perang usai.
Perang lain yang
terjadi adalah perang Khandaq, meletus
pada bulan syawal tahun 5 H disekitar Madinah bagian Utara. Hal in dipicu oleh
rasa dendam Bani Nadzir terhadap Rasulullah yang mengeluarkan mereka dari
Madinah. Mereka
dikeluarkan dari Madinah karena telah melanggar kesepakatan yang telah dibuat
sebelumnya. Mereka akhirnya menghasut tokoh kafir Quraisy agar bersekutu dengan mereka untuk mengalahkan umat Islam.
Untuk menghadapi kekuatan musuh yang sangat besar, Rasulullah
seperti biasa mengajak para sahabat bermusyawarah. Salman al-Farisi mengusulkan
agar membuat parit (khandaq) di sekitar kota Madinah. Dengan demikian,
musuh akan merasa sulit memasuki kota Madinah dan memudahkan pasukan Islam
untuk menghadang mereka. Rasul menyetujui usul ini sehingga perang ini
dinamakan perang Khandaq. Masih banyak lagi peperangan yang dialami kaum
muslimin untuk membela diri dari serangan kaum kafir dan demi menegakkan
kalimat tauhid. Sebenarnya, Rasulullah sendiri tidak menghendaki adanya
kekerasan. Sebab dengan alasan apapun, perang terbukti sangat merugikan banyak
pihak. Oleh
karena itu, pada saat sekarang perjuangan tanpa perang fisik menjadi sebuah
keharusan.
D.
Fathul Makkah
Fathul Makah adalah peristiwa
pembebasan kota Mekkah oleh kaum Muslimin. Kaum Muslimin datang dengan 10.000
orang untuk menunaikan ibadah haji. Peristiwa tersebut dilakukan oleh muslimin
setelah terjadi pengkhianatan kaum kafir Quraisy terhadap perjanjian Hudaibiyah
Menurut catatan
sejarah, diantara Bani Khuza’ah dengan Bani Bakar sudah lama timbul permusuhan
yang baru reda setelah ada perjanjian hudaibiyah. Masing-masing kabilah
menggabungkan diri dengan pihak yang mengadakan perdamaian. Dalam perdamaian
Hudaibiyah antara lain sudah ditentukan bahwa siapa saja boleh masuk ke dalam
persekutuan dengan pihak Quraisy. Ternyata bani Bakar dibantu kafir Quraisy
menyerang Bani Khuza’ah. Bani Khuza’ah kemudian meminta bantuan kepada
Rasulullah.
Rombongan kaum muslimin sempat
berhenti di hulu kota Mekah. Di tempat itu, Rasulullah saw membangun sebuah kubah
(kemah lengkung), tidak jauh dari makam Abu Thalib dan Khadijah. Kemudian
beliau masuk kedalam kemah lengkung itu dan beristirahat dengan hati penuh rasa
syukur kepada Allah swt, karena bisa kembali dengan terhormat ke kota Mekah.
Tidak lama tinggal dalam kemah itu, beliau segera keluar untuk menunggangi
untanya yang diberi nama Qashwa’. Beliau meneruskan perjalanan ke Ka’bah untuk
berthawaf ke Ka’bah sebanyak tujuh kali dan menyentuh hajar aswad dengan
sebatang tongkat di tangan.
Selain melakukan thawaf,
Rasulullah berdiri di depan pintu Ka’bah dan berkhotbah di hadapan semua orang.
Kemudian beliau bertanya kepada orang-orang Quraisy, “Wahai orang-orang
Quraisy, menurut pendapat kalian, apa yang akan kuperbuat terhadap kalian
sekarang?” Mereka menjawab, “Yang baik-baik wahai saudara yang pemurah dan
sepupu yang pemurah.” Lantas Rasulullah bersabda, “Pergilah kalian! Kalian
sekarang sudah bebas.”
Dengan ucapan itu, berarti orang
Quraisy dan seluruh penduduk Mekah telah diberi ampunan oleh Rasul. Alangkah
indahnya pengampunan itu dikala beliau mampu untuk membinasakan mereka semua.
Alangkah besarnya jiwa beliau, jiwa yang telah melampaui segala jiwa besar,
melampaui segala rasa dengki dan dendam dihati, jiwa yang dapat memenuhi segala jiwa besar, melampaui duniawi,
telah mencapai diatas kemampuan insani.
Hal ini membuktikan bahwa Nabi
Muhammad saw merupakan utusan Allah yang tidak mengenal permusuhan. Beliau
bukanlah seorang tiran, tidak mau menunjukkan sebagai orang yang berkuasa.
Tuhan telah memberi kebersihan hati dan akhlak yang mulia kepadanya dalam
menghadapi musuh beliau memberikan contoh kepada kaum muslimin untuk bersifat
baik dan bersifat lapang dada kepada siapapun.
E. Haji Wada’
Setelah peristiwa
Futhu Makah, pada tanggal 5 Dzuhijjah tahun 10 H/ 622 M, Nabi Muhammad saw
melaksanakan ibdah Haji yang disebut sebagai haji wada’ yang berarti
haji perpisahan. Disebut demikian karena haji tersebut merupakan haji yang
pertama dan terakhir dilaksanakan Rasulullah saw. Rombongan haji Rasulullah berangkat
dari kota
Madinah sebanyak 100.000 orang. Rombongan tersebut mengenakan pakaian ihram dan sepanjang
jalan mendengungkan kalimat.
لبيك اللّهم لّبيك لبّيك لا شريك لك لبّيك انّ الحمد والنّعمة لك والملك لا
شريك لك.
Artinya : “kami penuhi panggilan-Mu
ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Kami penuhi
panggilan-Mu, Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kekuasaan hanyalah pada-Mu. Tidak
ada sekutu bagi-Mu
Lalu Rasulullah melakukan thawaf
mengelilingi Ka’bah, mencium hajar aswad, salat sunnah di depan maqam
Ibrahim, meminta air Zam-zam, dan diakhiri dengan pelaksana sa’i di
antara bukit Shafa’ dan Marwah. Pada tangga 9 Dzulhijah, Rasulullah berangkat ke Padang ‘Arafah untuk
melaksanakan Wuquf. Setelah itu beliau melanjutkan pelaksanaan ibadah haji,
yaitu pergi ke Mina melalui Muzdalifah dengan bermalam di sana, mengumpulkan batu-batuan yang akan
dipergunakan untuk melempar tiga jumrah di Mina.
Setibanya di Mina
pada pagi hari, Rasulullah melontar jumrah ‘aqabah mencukur rambut dan
memotong hewan-hewan kurban. Pada hari kesebelas dan kedua belas dari bulan
Dzulhijjah, Nabi kembali melontar tiga jumrah yaitu jumrah ‘Aqabah dan sugbra’.
Setelah itu, kembali ke kota Mekah untuk
melaksanakan thawaf ifadhah. Dengan rangkaian amalan ini, maka berakhirlah rangkaian
pelaksanaan ibadah haji.
Ketika Rasululah melaksanakan
wuquf di Padang Arafah, beliau memberikan khutbah yang disebut khutbah wada’
artinya khutbah perpisahan. Selesai menyampaikan khutbah, Rasulullah saw
turun dari untanya. Beliau masih ditempat itu sampai pada waktu salat Zhuhur
dan ‘Ashar. Kemudian menaiki kembali untanya menuju Shakharat. Pada waktu
itulah Nabi membacakan firman Allah swt kepada mereka:
4
tPöquø9$#
àMù=yJø.r&
öNä3s9
öNä3oYÏ
àMôJoÿøCr&ur
öNä3øn=tæ
ÓÉLyJ÷èÏR
àMÅÊuur
ãNä3s9
zN»n=óM}$#
$YYÏ
Artinya : “Pada hari ini telah
aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah aku cukupkan nikmat-ku bagimu dan
telah aku ridhai Islam sebagai agamamu. (Q.S Al-Maidah (5) : 3)
Abu Bakar
langsung menangis ketika mendengarkan ayat itu. Ia merasa bahwa risalah Nabi
sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya Nabi hendak menghadap Allah swt.
Setelah meninggalkan ‘Arafah malam itu, nabi saw bermalam di Muzdalifah. Pagi-pagi
beliau bangun dan turun ke Masy’aril Haram. Kemudian beliau pergi ke
Mina dan dalam perjalanan itu melemparkan batu-batu kerikil. Ketika sudah
sampai ke kemah, beliau menyembelih 63 ekor unta, setiap seekor unta untuk satu
tahun umurnya. Adapun unta yang akan dipotong pada hari itu sejumlah 100 ekor.
Dan 37 ekor lainnya disembelih oleh Ali. Kemudian Nabi mencukur rambut dan
menyelesaikan ibadah hajinya.
Selesai menunaikan ibadah haji
perpisahan, belum lama kaum muslimin tinggal di Madinah, Rasulullah
mengeluarkan perintah supaya menyiapkan sebuah pasukan besar ke daerah Syam,
dengan menyertakan kaum Muhajirin, termasuk Abu Bakar dan Umar. Pasukan ini
dipimpin oleh Usamah bin Zaid. Usia Usamah waktu itu masih muda sekali, belum
mencapai 20 tahun. Ditunjukkan Usamah dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat
para pemuda dan juga untuk mendidik mereka membisakan diri memikul beban
tanggung jawab yang besar dan berat. Kalau tidak karena terbawa oleh kepercayaan
yang teguh kepada Rasulullah, kepemimpinan Usamah atas orang-orang yang lebih
tua dan atas kaum Muhajirin serta para sahabat, tentu akan sangat mengejutkan
mereka. Tetapi, ketika mereka sedang bersiap-siap berangkat, tiba-tiba
Rasulullah jatuh sakit, dan sakitnya semakin parah sehingga keberangkatan
mereka terpaksa ditunda.
Pada malam pertama Rasulullah
sakit, beliau tidak dapat tidur. Malam itu Rasulullah keluar rumah dengan
ditemani oleh Abu Muwayhiba. Beliau pergi ke Baqi Al-Gharqad, pekuburan umat
Islam dekat Madinah. Sesampainya di pekuburan itu, beliau berbicara kepada
penghuni kubur, “Salam sejahtera bagimu, wahai penghuni kubur! Semoga kamu
selamat dari apa yang terjadi atas dirimu seperti atas diri orang lain”
Meskipun rasa sakitnya cukup
berat, Rasulullah tetap tersenyum dan mendatangi istri-istrinya. Sempat sakit
Rasulullah sedikit berkurang. Tetapi beliau sudah tidak dapat lagi menahan rasa
sakit dan perlu mendapat perawatan. Beliau memanggil semua istrinya ke rumah
Maimunah untuk meminta izin kepada mereka agar dirawat dirumah ‘Aisyah. Mereka
mengizinkan permintaan beliau. Dengan diikat kepalanya, beliau keluar sambil
dibopong ‘Ali bin Abi Thalib dan ‘Abbas yang tidak lain paman beliau. Sesampai
di rumah ‘Aisyah, kondisi ‘Aisyah, kondisi Rasulullah saw sangat lemah. Demam
beliau sangat tinggi seolah-olah seperti dibakar. Walau demikian, ketika
demamnya menurun, beliau sempat pergi ke masjid untuk memimpin salat selama
beberapa hari.
Pada saat Rasulullah pergi ke
Masjid untuk berkhutbah, beliau bersabda, “Allah telah memberi pilihan
kepada hamba-Nya antara dunia dan akhirat dengan apa yang ada pada-Nya, maka ia
memilih yang ada disisi Tuhan.” Rasulullah diam lagi, dan orang-orang juga
diam tak bergerak. Tetapi Abu Bakar sangat mengerti bahwa yang dimaksud
Rasulullah saw adalah kata-kata terakhir. Ketika Rasulullah turun dari mimbar,
sedianya akan kembali pulang ke rumah ‘Aisyah, beliau menoleh kepada umatnya
dan kemudian bersabda, ”Saudara-saudara Muhajirin, jagalah kaum Anshar
secara baik, karena mereka adalah orang – orang yang menjadi tempatku menyimpan
rahasiaku dan yang telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaklah kamu berbuat
baik atas budi baik mereka dan maafkanlah kesalahan mereka.” Keesokan harinya
beliau berusaha bangun memimpin salat seperti biasa, namun ternyata sudah tidak
kuat lagi. Ketika itulah beliau bersabda, “Mintalah Abu Bakar memimpin
orang-orang menunaikan sholat”
Sebagian orang di kemudian hari
menduga bahwa Rasulullah saw menghendaki Abu Bakar sebagai penggantinya kemudian,
karena memimpin orang-orang untuk salat sudah merupakan tanda pertama untuk
menggantikan kedudukan Rasulullah. Tatkala sakitnya sudah makin keras, panas
demamnya makin memuncak, maka istri-istri dan tamu-tamu banyak yang datang
menjenguknya. Jadi diletakkan tangan diatas selimut yang dipakainya, dapat dirasakan
panas demam yang sangat tinggi.
Fathimah
putrinya, setiap hari datang menengok. Beliau sangat mencintai putrinya,
sebagai ungkapan cinta seorang ayah kepada anak yang hanya tinggal satu-satunya.
Apabila ia datang menemui Nabi, maka beliau menyambut Fatimah dan menciumnya.
Tetapi setelah sakitnya semakin parah, Fatimah yang mencium ayahnya. Pada suatu
hari, ketika Fatimah menjenguk sang ayah, ada kata-kata yang dibisikan
Rasulullah saw kepada Fatimah sehingga dia pun menangis. Kemudian dibisikan
kata-kata lain yang membuat fatimah tersenyum. Setelah Rasulullah wafat,
Fatimah mengatakan bahwa kata-kata yang dibisikan kepadanya pada waktu itu
bahwa Rasulullah akan segera meninggal pada sakitnya kali ini. Itu sebabnya
Fatimah menangis. Kemudian dibisikan lagi, bahwa putrinya itulah dari kalangan keluarga
beliau yang pertama kali akan menyusulnya. Itu sebabnya ia pun tertawa.
Pada pagi hari terdengar kabar
Rasulullah saw wafat, ‘Umar bin Khattab menanggapinya dengan sangat emosional. Sambil menghunus pedang, ‘Umar
meneriakkan, “Siapa yang menyatakan Rasulullah wafat?” Abu Bakar saat itu
sedang di rumah istrinya di dusun Bani Harits. Beliau segera meluncur menuju
rumah ‘Aisyah untuk memastikan kondisi beliau, Abu Bakar mengusap wajah
Rasulullah dan memeluknya. Lalu terdengarlah bisikan suara, “Rasulullah telah
tiada,”Abu Bakar setelah itu menuju ke masjid dan berkhutbah, “Barang siapa
menyembah Muhammad, kini Muhammad telah tiada, Namun barang siapa menyembah
Allah, sesungguhnya Allah tidak akan mati.” Khutbah Abu Bakar inilah yang
berhasil membuat ‘Umar kembali menyarungkan pedangnya, Jenazah Rasulullah
dimandikan ‘Ali bin Abi Thalib, disalatkan, lalu dimakamkan di kamar ‘Aisyah
yang sekarang ini berada dalam masjid Nabawi di kota Madinah.
F.
Periode Al-Khulafa’ ur-Rasyidin
Sepeninggalan
Rasulullah saw, tampak kepemimpinan di Madinah beralih pada masa Al-Khuafa’ur-Rasyidin.
Mereka inilah para sahabat Rasulullah saw yang dipilih oleh para sahabat untuk
memimpin komunitas kehidupan mereka. Khalifah pertama sepeninggal Rasulullah
adalah Abu Bakar ash-Shiddiq. Masa pemerintahan Abu Bakar tergolong pendek.
Beliau hanya menjabat pada rentang waktu 11-13 H/ 632 – 634 M dan setelah itu
harus menyusul Rasulullah saw untuk menghadap Allah swt.
Khalifah berikutnya
‘Umar bin Khaththab Al-Faruq. Pada masa kekhalifahannya selama 10 tahun, beliau
tidak hanya berhasil memperluas wilayah selama 10 tahun, tetapi sekaligus
berhasil mengatur wilayah yang luas tersebut dengan memperkenalkan sebuah sistem
administrasi pemerintahan ia merupakan seorang administrator besar sepanjang
sejarah Islam. Beliau memimpin kekhalifahannya pada tahun 13 – 24 H/ 634 – 644
M.
Sepeninggalan
‘Umar, khalifah yang menggantikan adalah ‘Utsman bin ‘Affan. Beliau memerintah
pada tahun 24 H – 36 H/ 644 – 656 M. Beliau memiliki gelar Dzun – Nurain
yang berarti pemilik dua cahaya. Gelar ini didapatkan karena beliau pernah menikah dengan
dua putri Rasulullah saw. Sementara khalifah yang terakhir adalah Ali bin abi
Thalib. Beliau memerintah pada tahun 36 H – 41 H/ 656 M – 661 M. Ketika
kepemimpinan beliau berakhir, dunia Islam tidak lagi dalam peride Al-Khulafa’Rasyidin,
melainkan dipimpin di bawah daulah-daulah, diantaranya Daulah Umayyah yang kemudian
digantikan dengan Daulah ‘Abbasiyyah. Bahkan setelah itu, terjadi periode
disentegrasi dengan munculnya berbagai dinasti kecil dalam sejarah Islam.
1 Komentar
Website Jelly Gamat
BalasHapusObat Sering Kencing
Obat Muntah Darah Coklat
Obat Pendarahan Setelah Kb Suntik
Obat Borok Pada Anak
Obat Polip Gigi Berlubang
Obat Penghilang Bercak Putih Pada Lidah
Obat Pendarahan Pasca Kuret
Obat Polip Gusi Anak
Obat Luka Puting Payudara Ibu Menyusui
Obat Radang Puting Payudara
Obat Bisul Di Kepala
Obat Bisul Di Ketiak Anak
Obat Lutut Sering Lemas
Obat Lutut Sering Lemas
Obat Bisul Di Kepala Anak
Obat Bisul Di Pangkal Paha
Obat Bisul Di Lidah
Obat Bisul Di Kaki
Obat Polip Gusi
Obat Benjolan Di Gusi
Obat Polip Di Dalam Telinga
Obat Infeksi Saluran Pernafasan Anak
Obat Gondok Untuk ibu Hamil
Obat Ligamen Putus