A. JUAL BELI
1.
Pendahuluan
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang
saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah,
sebagai sumber ekonomi. Allah swt
berfirman QS Al-Qoshosh : 77
“Dan
Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagai mana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Jual beli dalam bahasa Arab
terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al-Bai’ yang
artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah hukum Syara,
jual beli adalah menukar suatu barang dengan alat pembelian (uang) yang sah
atau dengan benda lain dengan jalan ijab qobul (serah terima) menurut cara yang
diatur oleh syara’. QS.Al-Baqoroh : 275
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.
2. Hukum Jual
Beli
Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus
mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang
dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli hukumnya
mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka. QS An Nisa
: 29:
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu.”
3. Rukun dan
syarat Jual Beli
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada
tiga rukun yang perlu dipenuhi.
a. Penjual atau pembeli, dengan syarat :
berakal sehat, baligh, ada kerelaan antara keduanya.
b. Syarat Ijab dan Kabul, ada ucapan serah terima setelah
terjadi proses tawar -menawar.
c. Benda yang diperjualbelikan, harus
memenuhi syarat sebagai berikut.
1. Suci atau bersih dan
halal
2. Bermanfaat
3. Milik sendiri
4. Jelas dan dapat
dikuasai
5. Diketahui kadarnya (bukan spikulasi)
d. Adanya
alat (uang) untuk melakukan praktek jual beli (harga)
4. Macam-macam Jual beli
Beberapa macam jual beli menurut kaca mata
syari’at Islam sebagai berikut :
a. Jual
beli yang sah, yaitu semua transaksi yang sesuai dengan rukun dan syarat yang
telah disebutkan di atas.
b. Jual beli yang tidak sah, yaitu jual beli yang
tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Misalnya :
1. Jual beli dengan sistem ijon
2. Jual beli hewan yang masih dalam
kandungan
3. Jual beli barang yang belum ada di
tangan ( masih dikuasai orang lain).
c. Jual beli yang sah tetapi dilarang (hukumnya
haram). Adapun yang masuk kategori ini adalah :
1. Jual beli yang
dilakukan pada waktu sholat Jum’at
2. Menimbun barang untuk
dijual ketika orang sudah sangat membutuhkan.
3. Membeli barang dengan
cara menghadang dijalan (sebelum sampai dipasar).
4. Jual beli barang yang
masih dalam tawaran orang lain.
5. Jual beli dengan cara
menipu.
6. Menjual barang untuk
keperluan maksiat.
5. Khiyar
Khiyar artinya boleh memilih
satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli atau
mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual
beli). Ada tiga
macam khiyar yaitu sebagai berikut.
1) Khiar Majelis
Khiyar majelis adalah si
pembeli dan penjual boleh memilih antara meneruskan akad jual beli atau
mengurungkannya selama keduanya masih tetap ditempat jual beli. Khiyar majelis
ini berlaku pada semua macam jual beli.
2) Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah suatu
pilihan antara meneruskan atau mengurungkan jual beli setelah mempertimbangkan
satu atau dua hari. Setelah hari yang ditentukan tiba, maka jual beli harus
ditegaskan untuk dilanjutkan atau diurungkan. Masa khiyar syarat
selambat-lambatnya tiga hari
3) Khiar Aib (cacat)
Khiyar aib (cacat) adalah si
pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya, apabila barang tersebut
diketahui ada cacatnya. Kecacatan itu sudah ada sebelumnya, namun tidak
diketahui oleh si penjual maupun si pembeli.
Hadis nabi Muhammad SAW. Yang artinya :
“Jika dua orang laki-laki mengadakan jual beli, maka masing-masing boleh
melakukan khiyar selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul, atau
salah satu melakukan khiyar, kemudian mereka sepakat dengan khiyar tersebut,
maka jual beli yang demikian itu sah.” (HR Mutafaqun alaih)
B. Riba
1. Pendahuluan
Bagi manusia yang tidak
memiliki iman, segala sesuatunya selalu dinilai dengan harta (materialisme).
Manusia berlomba-lomba untuk memperoleh harta kekayaan sebanyak mungkin. Mereka
tidak memperdulikan dari mana datangnya harta yang didapat, apakah dari sumber
yang halal atau haram. Salah satu contoh perolehan harta yang haram adalah
sesuatu yang berasal dari pekerjaan memungut riba.
Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai
berikut. Yang artinya : “Dari Abu Hurairah r.a ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda : Akan tiba suatu zaman, tidak ada seorang pun, kecuali ia memakan
harta riba. Kalau ia memakannya secara langsung ia akan terkena debunya.”
(HR Ibnu Majah)
Kata riba (ar-riba)
menurut bahasa yaitu tambahan (az-ziyadah) atau kelebihan. Riba
menurut istilah syara’ ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar
menukar suatu barang atau utang-piutang dengan mensyaratkan adanya ganti atau
imbalan sebagai lebihan pembayaran. Memberikan utang dengan syarat adanya
tambahan seperti tersebut di atas pada hakikatnya merupakan praktek eksploitasi
(pemerasan) dari si kaya terhadap si miskin. Si miskin yang seharusnya ditolong
tetapi justru diperas. Islam yang mengutuk segal bentuk penindasan dan
pemerasan seperti itu. Allah SWT berfirman QS.Al-Baqoroh : 276
“ Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan
sedekah[177]. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran,
dan selalu berbuat dosa[178]”.
[177] Yang dimaksud dengan memusnahkan
Riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud
dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan
sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[178] Maksudnya ialah orang-orang yang
menghalalkan Riba dan tetap melakukannya.
2. Hukum Riba
Riba hukumnya haram dan
dilarang Allah swt. Islam membenarkan pengembangan uang dengan jalan
perdagangan. Akan tetapi, Islam menutup rapat-rapat pintu bagi siapapun yang
akan mengembangkan uangnya dengan jalan riba. Larangan ini adalah semata-mata
demi melindungi kemaslahatan manusia,baik dari segi moralitas, stabilitas
maupun perekonomiannya yang bisa menjadi kacau akibat praktek riba.
Riba diharamkan baik itu bagi pelaku, pemakan,saksi-saksi dan
semua orang yang terlibat di dalam praktek tersebut. Disebutkan dalam hadits :
عن
جابر قال لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم:
أكـل الربو وموكله و كاتبه وشهديه و قال هم سواءٌ ( رواه مسلم)
Dari Jabir, dia berkata,” Rosulullah saw telah
melaknat orang-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakil, orang yang
mencatatnya, orang yang menyaksikannya. Dan Beliau bersabda, “Mereka itu semua
sama saja”.
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu
berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang
yang melipat gandakan (pahalanya)”. (QS.Ar-Ruum: 39)
Adapun sebab-sebab diharamkannya riba
diantaranya ;
1. Riba merupakan
perbuatan yang amoral. (tidak berperikemanusian)
2. Menimbulkan kekecewaan
dan permusuhan.
3. Pelakunya tak ubahnya
dengan perilaku setan
4. Menjauhkan diri dari
Allah swt.
3. Jenis-jenis Riba
Ulama fikih membagi riba menjadi empat bagian, yaitu sebagai
berikut.
a. Riba Fidl-li
Riba
Fadl-li, yaitu tukar menukar barang sejenis yang berbeda ukuran atau timbangannya yang
disyaratkan oleh orang yang menukarnya.
Contoh: tukar menukar emas dengan emas atau
beras dengan beras, dan ada kelebihan timbangan.
Supaya tukar menukar seperti ini tidak
termasuk riba harus memenuhi tiga syarat sebagai berikut. Tunai, sama
tibangannya, ada serah terima.
b. Riba Qordli
Riba Qordli, yaitu hutang yang disyaratkan adanya
kelebihan (bunga) waktu mengembalikan.
Contohnya: seseorang meminjamkan uang Rp.10
jt, dengan syarat pengembaliannya Rp.10,5 jt.
c. Riba Nasiah
Riba Nasiah, yaitu hutang yang disyaratkan adanya
kelebihan (bunga) dengan penundaan waktu mengembalikan. Contohnya, Salim membeli arloji seharga Rp 500.000.
Oleh penjualnya boleh dibayar bulan depan dengan, tetapi harga menjadi Rp 525.000
d. Riba Yad
Riba Yad, yaitu jualbeli yang sudah berpisah sebelum
ada serah terima.
Contohnya: orang yang membeli ayam, pemilik
minta harga Rp.50.000,00 tanpa menawar pembeli memberi uang Rp.45.000,00 dan
membawa pergi ayam tersebut. Yang demikian pemilik belum ada kerelaan melepas
ayam tersebut.
.
4. Pendapat Ulama tentang Bunga Bank
Bank adalah suatu lembaga
keuangan, yang mempunyai peran penting di dalam sebuah negara, yang
keberadaannya merupakan suatu keharusan. Tetapi riba adalah diharamkan oleh
semua agama samawi. Adapun bank yang menerapkan sistem bunga yang memiliki
bahaya yang sangat besar antara lain sebagai berikut :
1.
menjadikan nilai uang menurun (inflasi)
2.
tumbuhnya bank swasta sebagai lahan mengeruk
keuntungan
3.
mendidik masyarakat dalam menumbuh suburkan sistem
riba.
4.
terjadinya krisis ekonomi yang dampaknya sangat
menyengsarakan masyarakat.
Bagaimana hukumnya kita dalam berhubungan
dengan bank yang menerapkan sistem riba? Selama belum ada bank yang terlepas
dari sistem riba, maka memanfaatkan bank berbunga seminimal mungkin dan
sifatnya dlorurot.
Bisakah bank berdiri tanpa sistem bunga?
Jawabnya. Bisa, mengapa sekolah bisa berdiri yang negara banyak mengeluarkan
anggaran, demi menghasilkan SDM yang berkualitas. Berarti bank bisa berdiri
tanpa menarik keuntungan, demi keberhasilan mereka yang memanfaatkan dengan
membebankan biaya operasional pada negara. Terus bagaimana mendapatkan anggaran
untuk itu semua. Jawabnya adalah meningkatkan pendapatan pajak dari mereka yang
telah berhasil.
Walaupun demikian ada juga ulama yang
berpendapat bank berbunga itu halal, dan ada juga yang menghukumi syubhat (
tidak jelas halal dan haramnya ).
C. Syirkah (Kerja sama Ekonomi)
Saat ini umat Islam Indonesia,
demikian juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya telah menerapkan
sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic
economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis
dan transaksi ekonomi umat. Keinginan ini didasari oleh kesadaran untuk
menerapkan Islam secara utuh dan total.
1. Pengertian Syirkah
Syirkah adalah sautu akad
yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang sepakat dalam melakukan suatu
usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
2. Dasar Hukum
Bersabda Rasulullah saw
عن أبى هريرة قال قال رسول الله صلى الله
عليه و سلم يقول الله عزّ و جلّ أنا ثالث الشريكين مالم يخن أحدهما صاحبه،
فإذاخانه خرجْتُ من بينهما، ( رواه البيهقي والدّارقطنى )
“Dari Abu Hurairah
berkata, Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya Allah azza wajalla berfirman : Aku pihak ketiga dari dua orang
yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati sahabatnya, maka apabila
mengkhianatinya Aku keluar dari keduanya ” (HR.Al-Baihaqi dan
Ad-Daruquthni).
Imam Bukhori dalam shohihnya telah
meriwayatkan bahwa Abul Minhal pernah mengatakan, dia dengan orang lain telah
melakukan syirkah dengan membeli suatu barang dengan cara tunai dan kredit.
Kemudian Al-Barro’ bin ‘Azib datang menjumpai mereka. Akhirnya merekapun
bertanya kepada Abul Minhal mengenai hal tersebut. Diapun menjawab bahwa
rekannya menjadi orang menjalin syirkah dengannya. Kemudian mereka berdua
bertanya kepada Nabi saw mengenahi transaksi tersebut. Ternyata Rosulullah saw
bersabda :
ما
كان يَدًا بِيـَدٍ فَخُذُوْهُ وما كان نَسِيْـئَةً فَـذَرُوْهُ (رواه البخارى)
“Barang yang diperoleh dengan cara tunai maka silahkan kalian
ambil, dan barang yang diperoleh dengan cara kredit maka kembalikanlah.”. (HR. Al-Bukhori)
Mu’amalah dengan cara syirkah boleh dilakukan antara
sesama muslim maupun antara muslim dengan nonmuslim. Imam Muslim pernah
meriwayatkan sebuah hadits dari Abdulallah bin Umar sebagai berikut:
عن
عبدالله بن عمر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه دفع إلى يهود خيبر نَخْلَ
خيبر وأرضها على يَعتَمِلوها من أموالهم ولرسول الله صلى الله عليه وسلم شَطْرُ ثمَرِها(رواه مسلم)
“Dari Abdillah bin Umar, dari Rosulullah saw,”bahwasanya
Rosulullah saw telah menyerahkan kebun kurma kepada orang Yahudi Khibar untuk
digarap dengan modal harta mereka. Dan beliau mendapat setengah dari hasil
panennya”. HR.Muslim
3. Macam-macam Syirkah
a. Syirkah abdan, ialah syirkah antara dua orang atau lebih
untuk melakukan suatu usaha yang hasilnya atau upahnya dibagi antara mereka
sesuai dengan perjanjian, misalnya usaha konveksi, memborong bangunan. Abu
Hanifah dan Malik membolehkan , kecuali Syafi’i.
b. Syirkah
‘inan, ialah kerja sama
antara dua orang atau lebih dalam permodalan untuk melakukan suatu usaha /
bisnis atas dasar profit and sharing (membagi untung dan rugi). Ulama sepakat.
c. Syirkah
wujuh, ialah kerja sama
antara dua orang atau lebih untuk membeli sesuatu barang tanpa modal uang,
tetapi hanya kepercayaan para pengusaha dengan perjanjian bagi hasil.Ulama
Hanafiyah dan Ulama Hambaliyah membolehkan sedang ulama Syafi’iyah dan ulama
Malikiyah melarang.
d. Syirkah Mufawadloh, ialah kerja sama antara dua orang atau
lebih untuk melakukan suatu usaha dengan uang atau jasa dengan syarat, sama
modalnya, agamanya, mempuyai wewenang
melakukan perbuatan dan masing-masing
berhak bertindak atas nama syirkah. Para ulama
melarang kecuali Abu Hanifah
Bentuk syirkah yang lain kita
kenal saat ini antara lain :
1. CV
(Comanditair Venootschap)
2. NV(Naamloze
Venootschap)
3. PT
(Perseroan Terbatas)
4. Firma
5. Koperasi.
4. Rukun dan Syarat Masing-masing Syirkah
Rukun syirkah ada 3 hal, yaitu :
1. Anggota yang
berserikat
2. Modal bersyirkah, Bisa
berupa harta atau keahlian kerja
Syarat syirkah harta :
a. Modal hendaknya jelas
dapat dihitung.
b. Modal dapat dicampur,
sehingga barang itu tak dapat dibedakan asal kepemilikannya.
c. Aturan harus jelas, agar
tidak menimbulkanpermasalahan di kemudian hari
Syarat syirkah kerja :
a. Penghasilan (upah) yang diperoleh
menjadi milik bersama, dibagi sesuai perjanjian
b. Pembagian hasil didasarkan
atas kualitas kerja.
c. Persentase pembagian keuntungan ditentukan pada saat berlangsungnya
akad.
3. Akad / ijab qobul /
perjanjian, syaratnya
a. harus ada aktifitas
pengelolaan,
b. tercatat dan
c. ada saksi
5. Hikmah syirkah, antara lain :
1. Dengan bersyirkah dapat mendirikan perusahaan
besar,
2. Banyak menyerap tenaga kerja
3. Kemajuan lebih pesat, karena hasil pemikiran
orang banyak.
D.
Mudlorobah (bagi hasil)
1. Pengertian
dan Hukum Mudlorobah
Mudarabah adalah akad kerja
sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul mal)
menyediakan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan dibagi
menurut kesepakatan, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian
itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola
harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Dalam Islam hukum mudlorobah
adalah jaiz (boleha) asal tidak ada pihak yang dirugikan.
2..Dasar
Hukum
Secara umum landasan dasar
syariah mudarabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini
tampak dalam ayat dan hadis berikut ini. Allah berfirman dalam surat al-Muzammil yang
artinya : “… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT…” (Al Muzammil : 20)
Adanya kata yadribun pada
ayat diatas dianggap sama dengan akar kata mudarabah yang berarti melakukan
suatu perjalanan usaha. Surah tersebut mendorong kaum muslim untuk melakukan
upaya atau usaha yang telah diperintahkan Allah SWT.
Hadits nabi Muhammad yang artinya : “Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra
usahanya secara mudarabah mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi
lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi
peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana
tersebut. Disampaikan syarat syarat tersebut kepada rasulullah SAW. Dan
rasulullah pun membolehkannya.”(HR Tabrani).
3. Jenis-jenis mudarabah
Secara umum, mudarabah terbagi menjadi dua
jenis yakni mudarabah mutlaqah dan mudarabah muqayyadah.
a. Mudarabah mutlaqah
Mudarabah mutlaqah adalah
bentuk kerjasama antara pemilik modal (sahibul mal) dan pengelola (mudarib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi
oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fikih
ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta
(lakukan sesukamu) dari sahibul mal ke mudarib yang memberi kekuasaan sangat
besar.
b. Mudarabah Muqayyadah
Mudarabah muqayyadah adalah
kebalikan dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib dibatasi dengan batasan jenis
usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan
kecenderungan umum si Sahibul Mal dalam memasuki jenis dunia usaha.
Adapun dari sisi pembiayaan,
mudarabah biasanya diterapkan untuk bidang-bidang berikut.
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja
perdagangan dan jasa
b. Investasi khusus disebut
juga mudarabah muqayyadah, yaitu sumber investasi yang khusus dengan penyaluran
yang khusus pula dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh sahibul mal.
Mudarabah dan kaitannya
dengan dunia perbankan biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Sisa penghimpunan dana mudarabah biasanya diterapkan pada
bidang-bidang berikut ini.
1. Tabungan berjangka, yaitu dengan tabungan yang dimaksudkan
untuk tujuan khusus, seperti tabungan
haji, tabungan kurban, dan deposito berjangka.
2. Deposito spesial (special investment), yaitu dana dititipkan
kepada nasabah untuk bisnis tertentu,
misalnya murabahah atau ijarah saja.
3. Mudlorobah yang berkaitan dengan dunia
Pertanian ialah : Musaqah, Muzaraah, dan Mukhabarah
a. Musaqah (paroan kebun)
Yang dimaksud musaqah adalah
bentuk kerja sama dimana orang yang mempunyai kebun memberikan kebunnya kepada
orang lain (petani) agar dipelihara dan penghasilan yang didapat dari kebun itu
dibagi berdua menurut perjanjian sewaktu akad.
b.
Muzaraah (paroan sawah /
ladang)
Muzaraah adalah kerjasama antara
pemilik sawah / ladang dengan penggarap (petani), dengan kesepakatan bagi hasil,
sedangkan benih dari petani. Zakat hasil paroan ini diwajibkan atas orang yang
punya benih. Oleh karena itu, pada muzaraah zakat wajib atas petani yang
bekerja karena pada hakekatnya dialah (si petani) yang bertanam, yang mempunyai
tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan pengantar dari sewaan
tidak wajib mengeluarkan zakatnya.
c. Mukhabarah
Mukhabarah adalah kerjasama antara
pemilik sawah / ladang dengan penggarap (petani), dengan kesepakatan bagi hasil,
sedangkan benihnya dari pemilik sawah / ladang. Adapun pada mukhabarah, zakat
diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam,
sedangkan petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari
upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, zakat wajib atas
keduanya yang diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi. Hukum kerja sama
tersebut diatas diperbolehkan sebagian besar para sahabat, tabi’in dan para
imam.
E. Perbankan yang Sesuai dengan
Prinsip Hukum Islam
Lahirnya ekonomi Islam di
zaman modern ini cukup unik dalam sejarah perkembangan ekonomi. Ekonomi Islam
berbeda dengan ekonomi-ekonomi lain yang lahir atau berasal dari luar ajaran
Islam (menggunakan sistem riba). Kesadaran tentang larangan riba telah
menimbulkan gagasan pembentukan suatu bank Islam pada dasawarsa kedua abad
ke-20 diantaranya melalui pendirian institusi sebagai berikut :
1. Bank Pedesaan (Rural Bank) dan Bank Mir-Ghammar di
Mesir tahun 1963 atas prakarsa seorang cendikiawan Mesir DR. Ahmad An Najjar
2. Dubai Islamic Bank (1973) di kawasan negara-negara
Emirat Arab
3. Islamic Development Bank (1975) di Saudi Arabia
4. Faisal Islamic Bank (1977) di Mesir
5. Kuwait House of Finance di Kuwait (1977)
6. Jordan Islamic Bank di Yordania (1978)
Bank non Islam disebut juga bank konvensional adalah
sebuah lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan
kepada yang memerlukan dana, baik perorangan atau badan usaha guna investasi
dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan sistem bunga.
Sedangkan Bank Islam yang dikenal dengan Bank
Syariah adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut
hukum (syariat) Islam dan tidak memakai sistem bunga karena bunga dianggap riba
yang diharamkan oleh Islam. (QS Al Baqarah : 275-279)
Sebagai pengganti sistem bunga, Bank Islam menggunakan
berbagai cara yang bersih dari unsur riba, antara lain sebagai berikut.
1. Wadiah atau titipan uang, barang,
dan surat
berharga atau deposito. Wadiah ini bisa diterapkan oleh Bank Islam dalam
operasinya untuk menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito
berupa uang, barang, dan surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga
keselamatannya oleh Bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan
itu tanpa harus membayar imbalannya, tetapi Bank harus menjamin dapat
mengembalikan dana itupada waktu pemiliknya (depositor) memerlukannya.
2. Mudarabah adalah kerjasama antara pemilik modal dengan
pelaksana atas dasar perjanjian profit and loss sharing. Dengan mudarabah ini,
Bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya
dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sesuai dengan
perjanjian misalnya, fifty-fifty. Dalam mudarabah ini, Bank tidak mencampuri
manajemen perusahaan.
3. Syirkah (perseroan). Dibawah kerjasama syirkah ini, pihak
Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan
(joint ventura).
Oleh karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini
dengan menanggung untung rugi bersama atas dasar perjanjian profit and loss
sharing (PLS Agreement).
4. Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan harga atau
cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur. Dengan
murabahah ini, pada hakikatnya suatu pihak ingin mengubah bentuk bisnisnya dari
kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli. Dengan sistem murabahah
ini, Bank bisa membelikan atau menyediakan barang barang yang diperlukan oleh
pengusaha untuk dijual lagi, dan Bank minta tambahan harga atas harga
pembeliannya. Syarat bisnis dengan murabahah ini, ialah si pemilik barang
(dalam hal ini Bank) harus memberi informasi yang sebenarnya kepada pembeli
tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersih (profit margin) dari pada cost
plus nya itu.
5. Qard hasan (pinjaman yang baik atau benevolent loan). Bank Islam
dapat memberikan pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah
yang baik, terutama nasabah yang mempunyai deposito di Bank Islam itu sebagai
slah satu pelayanan dan penghargaan Bank kepada para deposan karena mereka
tidak menerima bunga atas depositonya dari Bank Islam.
Perkembangan pesat Bank-Bank Islam yang lazim disebut
Bank syariah terjadi pada dasawarsa 70-an setelah terjadinya krisis minyak yang
menimbulkan oil boom pada tahun 1971. perkembangan pesat Bank syariah tersebut
membuktikan bahwa:
(1) ajaran Islam menggerakkan ide sosial ekonomi. Ide
spirit yang bersumber pada ajaran Islam disebut juga modal masyarakat (Social
Capital).
(2) Peranan cendikiawan yang memiliki suatu konsep
yang mengoperasionalkan ajaran agama yaitu zakat, infak, sedekah (ZIS), dan
larangan riba. ZIS dapat dijadikan modal Bank, hal ini juga pernah dipelopori
oleh pemikiran dari KH. Ahmad Dahlan. Beliau memiliki gagasan membentuk lembaga
amil (penghimpun dan pengelola zakat).
Bank syariah pertama yang beroperasi di Indonesia
adalah PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) berdiri pada tanggal 1 Mei
1992. Perkembangan perbankan syariah pada awalnya berjalan lebih lambat
dibanding dengan Bank konvensional. Sampai dengan tahun 1998 hanya terdapat 1
Bank Umum Syariah dan 78 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Berdasarkan
statistik perbankan syariah Mei 2003 dari Bank Indonesia tercatat, Bank Umum
Syariah 2 yaitu BMI dan Bank Syariah Mandiri, 8 Bank umum yang membuka unit
atau kantor cabang syariah yaitu Danamon Syariah, Jabar Syariah, Bukopin
Syariah, BII Syariah dll, serta 89 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Beberapa bank konvensional dalam negeri, maupun asing yang beroperasi di Indonesia
juga telah mengajukan izin dan menyiapkan diri untuk segera beroperasi menjadi
Bank Syariah.
Kehadiran Bank Syariah memiliki hikmah yang
cukup besar, diantaranya sebagai berikut.
1. Umat Islam yang
berpendirian bahwa bunga Bank konvensional adalah riba, maka Bank Syariah menjadi
alternatif untuk menyimpan uangnya, baik dengan cara deposito, bagi hasil
maupun yang lainnya
2. Untuk menyelamatkan umat
Islam dari praktek bunga yang mengandung unsur pemerasan (eksploitasi) dari si
kaya terhadap si miskin atau orang yang kuat ekonominya terhadap yang lemah
ekonominya.
3. Untuk menyelamatkan
ketergantungan umat Islam terhadap Bank non Islam yang menyebabkan umat Islam
berada dibawah kekuasaan Bank sehingga umat Islam belum bisa menerapkan ajaran
agamanya dalam kehidupan pribadi dan masyarakat, terutama dalam kegiatan bsinis
dan perekonomiannya
4. Bank Islam dapat mengelola zakat di negara yang pemerintahannya
belum mengelola zakat secara langsung. Bank juga dapat menggunakan sebagian
zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif dan hasilnya untuk
kepentingan agama dan umum.
5. Bank Islam juga boleh memungut dan
menerima pembayaran untuk hal-hal berikut.
a. Mengganti biaya-biaya
yang langsung dikeluarkan oleh Bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk
kepentingan nasabah, misalnya biaya telegram, telepon, atau telex dalam
memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah, dan sebagainya
b. Membayar gaji para karyawan Bank yang
melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah dan sebagai sarana dan prasarana
yang disediakan oleh Bank dan biaya administrasi pada umumnya.
F. Sistem Asuransi yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
Mengikuti sukses perbankan
Syariah, asuransi Syariah juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Sampai
dengan tahun 2002, tercatat sejumlah asransi konvensional yang membuka divisi
Syariah yang terbukti mampu bersaing dengan asuransi lainnya.
Asuransi pada umumnya,
termasuk asuransi jiwa, menurut pandangan Islam adalah termasuk masalah
ijtihadiyah. Artinya, masalah tersebut perlu dikaji hukumnya karena tidak ada
penjelasan yang mendalam didalam Al Qur’an atau hadis secara tersurat. Para
imam mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan ulama
mujtahidin lainnya yang semasa dengan mereka (abad II dan III H atau VIII dan
IX M) tidak memberi fatwa hukum terhadap masalah asuransi karena hal tersebut
belum dikenal pada waktu itu. Sistem asuransi di dunia Islam baru dikenal pada
abad XIX M, sedangkan di dunia barat sudah dikenal sejak sekitar abad XIV M,.
Kini umat Islam di Indonesia
dihadapkan kepada masalah asuransi dalam berbagai bentuknya (asuransi jiwa,
asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan) dan dalam berbagai aspek
kehidupannya, baik dalam kehidupan bisnis maupun kehidupan keagamaannya.
Dikalangan ulama dan cendikiawan muslim ada
empat pendapat tentang hukum asuransi, yakni sebagai berikut.
a. Mengharamkan segala macam asuransi dan
bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa
b. Membolehkan semua asuransi dalam praktiknya
sekarang ini.
c. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan
mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial.
Ketika mengkaji hukum Islam
tentang asuransi, sudah tentu harus dilakukan dengan menggunakan metode ijtihad
yang lazim digunakan oleh mujtahidin dahulu. Diantara metode ijtihad yang
mempunyai banyak peranan di dalam mengistinbatkan (mencari dan menetapkan
hukum) terhadap masalah-masalah baru yang tidak ada nasnya dalam Al Qur’an dan
hadis adalah maslahah mursalah atau istislah (public good) dan qyas (analogical
reasoning).
Dalam buku Hukum Asuransi di
Indonesia ditulis oleh Vide Wirjono Prodjodikoro, menjelaskan, menurut pasal
246 Wet Boek Van Koophandel (Kitab Undang-undang perniagaan), bahwa asuransi
pada umumnya adalah suatu bentuk persetujuan dimana pihak yang menjamin
berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai
pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat
dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Adapun asuransi Syariah
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau
pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalu akad (perikatan) yang
sesuai Syariah
Ada beberapa sumber yang dijadikan rujukan bagi berlangsungnya
sistem asuransi tersebut, diantaranya adalah hadis Nabi Muhammad SAW “Seorang
mukmin dengan mukmin lainnya dalam suatu masyarakat ibarat satu bangunan,
dimana tiap bangunan saling mengokohkan satu sama lain.” (HR Bukhari dan Muslim)
Secara operasional, asuransi
yang sesuai dengan Syariah memiliki sistem yang mengandung hal-hal sebagai
berikut :
1. Mempunyai akad takafuli
(tolong menolong) untuk memberikan santunan atau perlindungan atas musibah yang
akan datang
2. Dana yang terkumpul
menjadi amanah pengelola dana. Dana tersebut diinvestasikan sesuai dengan
instrumen Syariah seperti mudarabah, wakalah, wadi’ah dan murabahah.
3. Premi memiliki unsur
tabaru’ atau mortalita (harapan hidup)
4. Pembebanan biaya
operasional ditanggung pemegang polis, terbatas pada kisaran 30 % dari premi
sehingga pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk pada tahun pertama yang
memiliki nilai 70 % dari premi.
5. dari rekening tabaru’
(dana kebajikan seluruh peserta) sejak awal sudah dikhlaskan oleh peserta untuk
keperluan tolong menolong bila terjadi musibah.
6. Mekanisme pertanggungan
pada asuransi Syariah adalah sharing of risk. Apabila terjadi musibah semua
peserta ikut (saling) menanggung dan membantu
7. Keuntungan (profit)
dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil
(mudarabah),atau dalam akad tabarru’ dapat berbentuk hadiah kepada peserta dan
ujrah (fee) kepada pengelola.
8. Mempunyai misi akidah,
sosial serta mengangkat perekonomian umat Islam atau misi iqtisadi
G. Sistem Lembaga Keuangan non Bank yang sesuai
dengan Prinsip Hukum Islam
Sistem lembaga keuangan non
Bank yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Koperasi
Pengertian koperasi dari segi
etimologi berasal dari bahasa Inggris coorporation, yang artinya bekerja sama.
Pengertian koperasi dari segi etimologi ialah suatu perkumpulan atau organisasi
yang beranggotakn orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama denagn penuh
kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar suka rela secara
kekeluargaan.
Koperasi mempunyai dua
fungsi, yakni :
a. fungsi ekonomi dalam
bentuk kegiatan-kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan koperasi untuk
meringankan beban hidup sehari-hari para anggotanya dan
b. fungsi soisal dalam
bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong royong atau dalam
bentuk sumbangan berupa uang yang berasal dari bagian laba koperasi disishkan
untuk tujuan-tujuan sosial, misalnya untuk mendirikan sekolah atau tempat
ibadah
c. Koperasi dari segi
bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu bidang usaha saja, misalnya
bidang konsumsi, bidang kredit atau bidang produksi. Ini disebut koperasi
berusaha tunggal (single purpose). Dan ada pula koperasi yang meluaskan
usahanya dalam berbagai bidang yang disebut koperasi serba usaha (multi
purpose) seperti bidang pembelian dan penjualan
d. Modal usaha koperasi adalah
dari uang simpanan pokok, uang simpanan wajib, uang simpanan sukarela yang
merupakan deposito, uang pinjaman, penyisihan-penyisihan hasil usaha termasuk
cadangan dan sumber lain yang sah.
Menurut Mahmud Syaltut,
koperasi sebagaimana diuraikan diatas adalah bentuk syirkah baru yang
diciptakan oleh para ahli ekonomi dan banyak sekali memilki manfaat, anatara
lain memberi keuntungan kepada para anggota pemilik saham, memberi lapangan
kerja kepada para karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil
usaha koperasi untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah dan sebagainya. Koperasi
tidak mempunyai unsur kezaliman dan pemerasan oleh manusia yang kuat atau kaya
atas manusia yang lemah atau miskin, pengelolaannya demokratis dan terbuka
(open management) serta membagi keuntungan dan kerugian kepada para anggota
menurut ketentuan yang berlaku yang telah diketahui oleh seluruh anggota
pemegang saham. Oelh karena itu, koperasi dapat diterima oleh kalangan Islam.
2. BMT (Baitul Mal wat Tamwil)
Merupakan lembaga keuangan
mikro yang sangat sukses. BMT di Indonesia tumbuh dari bawah (masyarakat
berekonomi lemah) yang didukung oleh deposan-deposan kecil. BMT telah
menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dana dari,
untuk dan oleh masyarakat yang merupakan perwujudan demokrasi ekonomi. BMT-BMT
sebagian besar berbadan hukum koperasi yang merupakan badan usaha berdasarkan
azas kekeluargaan yang sesuai dengan Islam. Sampai tahun 2003, jumlah BMT sudah
mendekati angka 4000 unit dimana proses operasionalnya tidak jauh beda dengan
operasional BPRS atau Bank Syariah
H. Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan
Terhadap Hukum Islam tentang Kerjasama Ekonomi
Ekonomi Islam di Indonesia
hingga saat ini mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan
maraknya kajian-kajian ekonomi Syariah, banyaknya lembaga keuangan yang
berorientasi Syariah serta semakin tingginya kesadaran masyarakat Indonesia
dalam menerapkan kerjasama ekonomi berdasarkan Syariah. Ada beberapa aspek perilaku yang harus
mencerminkan kepatuhan terhadap hukum Islam di segala aspek kehidupan, khusunya
tentang kerja sama ekonomi Islam yaitu sebagai berikut.
1. Tanggung Jawab
Dalam
melaksanakan akad tanggung jawab yang berkaitan dengan kepercayaan yang
diberikan kepada pihak yang dianggap memenuhi syarat untung memegang
kepercayaan secara penuh dengan pihak yang masih perlu memenuhi kewajiban
sebagai penjamin (damin) harus dipertimbangkan.
2. Tolong menolong
Saling
menolong sesama peserta (nasabah) dengan hanya berhadapan keridaan Allah. Dan
tolong menolong untuk memberikan santunan perlindungan atas musibah yang akan
datang
3. Saling melindungi
Perekonomian Islam yang
berdasarkan Syariah merupakan usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi.
4. Adil
Dalam melakukan transaksi/
perniagaan, Islam mengharuskan untuk berbuat adil tanpa memandang bulu,
termasuk kepada pihak yang tidak disukai.
5. Amanah/jujur
Dalam menjalankan kerja sama
ekonomi Syariah mengharuskan dipenuhinya semua ikatan yang telah disepakati.
Perubahan ikatan akibat perubahan kondisi harus dilaksanakan secara rida sama
rida dan disepakati oleh semua pihak yang terkait
6. Perilaku lain adalah
mempunyai manajemen yang Islami, menghormati hak azazi manusia, menjaga
lingkungan hidup, melaksanakan good corporate governance, tidak spekulatif dan
memegang teguh prinsip kehati-hatian.
------ooo000ooo----
Tugas :
1.
Tugas Kelompok
- Diskusikan dan simpulkan, “Bagaimana
langkah yang praktis dan strategis agar nilai rupiah terhadap dolar menguat ?
0 Komentar