Hukum Islam Muamalah Kelas XI Ganjil SMK


A. JUAL BELI
1. Pendahuluan
Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah, sebagai sumber ekonomi. Allah swt berfirman QS Al-Qoshosh : 77
 Dan Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al-Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah hukum Syara, jual beli adalah menukar suatu barang dengan alat pembelian (uang) yang sah atau dengan benda lain dengan jalan ijab qobul (serah terima) menurut cara yang diatur oleh syara’. QS.Al-Baqoroh : 275

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.

2. Hukum Jual Beli
Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka. QS An Nisa : 29:
 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”

3. Rukun dan syarat Jual Beli
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.
a. Penjual atau pembeli, dengan syarat : berakal sehat, baligh, ada kerelaan antara keduanya.
b. Syarat Ijab dan Kabul, ada ucapan serah terima setelah terjadi proses tawar -menawar.
c. Benda yang diperjualbelikan, harus memenuhi syarat sebagai berikut.
1.  Suci atau bersih dan halal
2.  Bermanfaat
3.  Milik sendiri
4.  Jelas dan dapat dikuasai
5. Diketahui kadarnya (bukan spikulasi)
d. Adanya alat (uang) untuk melakukan praktek jual beli (harga)

4.  Macam-macam Jual beli
      Beberapa macam jual beli menurut kaca mata syari’at Islam sebagai berikut :
a. Jual beli yang sah, yaitu semua transaksi yang sesuai dengan rukun dan syarat yang telah disebutkan di atas.
b. Jual beli yang tidak sah, yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Misalnya :
1. Jual beli dengan sistem ijon
2. Jual beli hewan yang masih dalam kandungan
3. Jual beli barang yang belum ada di tangan ( masih dikuasai orang lain).
c. Jual beli yang sah tetapi dilarang (hukumnya haram). Adapun yang masuk kategori ini adalah :
1.  Jual beli yang dilakukan pada waktu sholat Jum’at
2.  Menimbun barang untuk dijual ketika orang sudah sangat membutuhkan.
3.  Membeli barang dengan cara menghadang dijalan (sebelum sampai dipasar).
4.  Jual beli barang yang masih dalam tawaran orang lain.
5.  Jual beli dengan cara menipu.
6.  Menjual barang untuk keperluan maksiat.
     
5.  Khiyar
Khiyar artinya boleh memilih satu diantara dua yaitu meneruskan kesepakatan (akad) jual beli atau mengurungkannya (menarik kembali atau tidak jadi melakukan transaksi jual beli). Ada tiga macam khiyar yaitu sebagai berikut.
1) Khiar Majelis
Khiyar majelis adalah si pembeli dan penjual boleh memilih antara meneruskan akad jual beli atau mengurungkannya selama keduanya masih tetap ditempat jual beli. Khiyar majelis ini berlaku pada semua macam jual beli.
2) Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah suatu pilihan antara meneruskan atau mengurungkan jual beli setelah mempertimbangkan satu atau dua hari. Setelah hari yang ditentukan tiba, maka jual beli harus ditegaskan untuk dilanjutkan atau diurungkan. Masa khiyar syarat selambat-lambatnya tiga hari
3) Khiar Aib (cacat)
Khiyar aib (cacat) adalah si pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya, apabila barang tersebut diketahui ada cacatnya. Kecacatan itu sudah ada sebelumnya, namun tidak diketahui oleh si penjual maupun si pembeli.

Hadis nabi Muhammad SAW. Yang artinya : “Jika dua orang laki-laki mengadakan jual beli, maka masing-masing boleh melakukan khiyar selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul, atau salah satu melakukan khiyar, kemudian mereka sepakat dengan khiyar tersebut, maka jual beli yang demikian itu sah.” (HR Mutafaqun alaih)

B. Riba
1.  Pendahuluan
Bagi manusia yang tidak memiliki iman, segala sesuatunya selalu dinilai dengan harta (materialisme). Manusia berlomba-lomba untuk memperoleh harta kekayaan sebanyak mungkin. Mereka tidak memperdulikan dari mana datangnya harta yang didapat, apakah dari sumber yang halal atau haram. Salah satu contoh perolehan harta yang haram adalah sesuatu yang berasal dari pekerjaan memungut riba.     

Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut. Yang artinya : “Dari Abu Hurairah r.a ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Akan tiba suatu zaman, tidak ada seorang pun, kecuali ia memakan harta riba. Kalau ia memakannya secara langsung ia akan terkena debunya.” (HR Ibnu Majah)
Kata riba (ar-riba) menurut bahasa yaitu tambahan (az-ziyadah) atau kelebihan. Riba menurut istilah syara’ ialah suatu akad perjanjian yang terjadi dalam tukar menukar suatu barang atau utang-piutang dengan mensyaratkan adanya ganti atau imbalan sebagai lebihan pembayaran. Memberikan utang dengan syarat adanya tambahan seperti tersebut di atas pada hakikatnya merupakan praktek eksploitasi (pemerasan) dari si kaya terhadap si miskin. Si miskin yang seharusnya ditolong tetapi justru diperas. Islam yang mengutuk segal bentuk penindasan dan pemerasan seperti itu. Allah SWT berfirman QS.Al-Baqoroh : 276
 
“ Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah[177]. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178]”.
[177] Yang dimaksud dengan memusnahkan Riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.
[178] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan Riba dan tetap melakukannya.
2. Hukum Riba
Riba hukumnya haram dan dilarang Allah swt. Islam membenarkan pengembangan uang dengan jalan perdagangan. Akan tetapi, Islam menutup rapat-rapat pintu bagi siapapun yang akan mengembangkan uangnya dengan jalan riba. Larangan ini adalah semata-mata demi melindungi kemaslahatan manusia,baik dari segi moralitas, stabilitas maupun perekonomiannya yang bisa menjadi kacau akibat praktek riba.
      Riba diharamkan baik itu bagi pelaku, pemakan,saksi-saksi dan semua orang yang terlibat di dalam praktek tersebut. Disebutkan dalam hadits :
عن جابر قال لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم: أكـل الربو وموكله و كاتبه وشهديه و قال هم سواءٌ ( رواه مسلم)
Dari Jabir, dia berkata,” Rosulullah saw telah melaknat orang-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakil, orang yang mencatatnya, orang yang menyaksikannya. Dan Beliau bersabda, “Mereka itu semua sama saja”.
  
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (QS.Ar-Ruum: 39)

Adapun sebab-sebab diharamkannya riba diantaranya ;
1.  Riba merupakan perbuatan yang amoral. (tidak berperikemanusian)
2.  Menimbulkan kekecewaan dan permusuhan.
3.  Pelakunya tak ubahnya dengan perilaku setan
4.  Menjauhkan diri dari Allah swt.

    3. Jenis-jenis Riba
Ulama fikih membagi riba menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Riba Fidl-li
            Riba Fadl-li, yaitu tukar menukar barang sejenis yang berbeda ukuran atau  timbangannya  yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya.
Contoh: tukar menukar emas dengan emas atau beras dengan beras, dan ada kelebihan timbangan.
Supaya tukar menukar seperti ini tidak termasuk riba harus memenuhi tiga syarat sebagai berikut. Tunai, sama tibangannya, ada serah terima.
b. Riba Qordli
Riba Qordli, yaitu hutang yang disyaratkan adanya kelebihan (bunga) waktu mengembalikan.
Contohnya: seseorang meminjamkan uang Rp.10 jt, dengan syarat pengembaliannya Rp.10,5 jt.
c.  Riba Nasiah
Riba Nasiah, yaitu hutang yang disyaratkan adanya kelebihan (bunga) dengan penundaan waktu mengembalikan. Contohnya, Salim membeli arloji seharga Rp 500.000. Oleh penjualnya boleh dibayar bulan depan dengan, tetapi  harga menjadi Rp 525.000
d.  Riba Yad
Riba Yad, yaitu jualbeli yang sudah berpisah sebelum ada serah terima.
Contohnya: orang yang membeli ayam, pemilik minta harga Rp.50.000,00 tanpa menawar pembeli memberi uang Rp.45.000,00 dan membawa pergi ayam tersebut. Yang demikian pemilik belum ada kerelaan melepas ayam tersebut.
.
4. Pendapat Ulama tentang Bunga Bank
Bank adalah suatu lembaga keuangan, yang mempunyai peran penting di dalam sebuah negara, yang keberadaannya merupakan suatu keharusan. Tetapi riba adalah diharamkan oleh semua agama samawi. Adapun bank yang menerapkan sistem bunga yang memiliki bahaya yang sangat besar antara lain sebagai berikut :
1.  menjadikan nilai uang menurun (inflasi)
2.  tumbuhnya bank swasta sebagai lahan mengeruk keuntungan
3.  mendidik masyarakat dalam menumbuh suburkan sistem riba.
4.  terjadinya krisis ekonomi yang dampaknya sangat menyengsarakan masyarakat.
Bagaimana hukumnya kita dalam berhubungan dengan bank yang menerapkan sistem riba? Selama belum ada bank yang terlepas dari sistem riba, maka memanfaatkan bank berbunga seminimal mungkin dan sifatnya dlorurot.
Bisakah bank berdiri tanpa sistem bunga? Jawabnya. Bisa, mengapa sekolah bisa berdiri yang negara banyak mengeluarkan anggaran, demi menghasilkan SDM yang berkualitas. Berarti bank bisa berdiri tanpa menarik keuntungan, demi keberhasilan mereka yang memanfaatkan dengan membebankan biaya operasional pada negara. Terus bagaimana mendapatkan anggaran untuk itu semua. Jawabnya adalah meningkatkan pendapatan pajak dari mereka yang telah berhasil.
Walaupun demikian ada juga ulama yang berpendapat bank berbunga itu halal, dan ada juga yang menghukumi syubhat ( tidak jelas halal dan haramnya ).

C. Syirkah (Kerja sama Ekonomi)
Saat ini umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya telah menerapkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi ekonomi umat. Keinginan ini didasari oleh kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total.
1. Pengertian Syirkah
Syirkah adalah sautu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang sepakat dalam melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.

2. Dasar Hukum
Bersabda Rasulullah saw
عن أبى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول الله عزّ و جلّ أنا ثالث الشريكين مالم يخن أحدهما صاحبه، فإذاخانه خرجْتُ من بينهما، ( رواه البيهقي والدّارقطنى )
 Dari Abu Hurairah berkata,  Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya Allah azza wajalla berfirman : Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati sahabatnya, maka apabila mengkhianatinya Aku keluar dari keduanya ” (HR.Al-Baihaqi dan Ad-Daruquthni).
     
Imam Bukhori dalam shohihnya telah meriwayatkan bahwa Abul Minhal pernah mengatakan, dia dengan orang lain telah melakukan syirkah dengan membeli suatu barang dengan cara tunai dan kredit. Kemudian Al-Barro’ bin ‘Azib datang menjumpai mereka. Akhirnya merekapun bertanya kepada Abul Minhal mengenai hal tersebut. Diapun menjawab bahwa rekannya menjadi orang menjalin syirkah dengannya. Kemudian mereka berdua bertanya kepada Nabi saw mengenahi transaksi tersebut. Ternyata Rosulullah saw bersabda :
ما كان يَدًا بِيـَدٍ فَخُذُوْهُ وما كان نَسِيْـئَةً فَـذَرُوْهُ (رواه البخارى)
“Barang yang diperoleh dengan cara tunai maka silahkan kalian ambil, dan barang yang diperoleh dengan cara kredit maka kembalikanlah.”. (HR. Al-Bukhori)

Mu’amalah dengan cara syirkah boleh dilakukan antara sesama muslim maupun antara muslim dengan nonmuslim. Imam Muslim pernah meriwayatkan sebuah hadits dari Abdulallah bin Umar sebagai berikut:
عن عبدالله بن عمر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه دفع إلى يهود خيبر نَخْلَ خيبر وأرضها على يَعتَمِلوها من أموالهم ولرسول الله صلى الله عليه وسلم شَطْرُ ثمَرِها(رواه مسلم)
“Dari Abdillah bin Umar, dari Rosulullah saw,”bahwasanya Rosulullah saw telah menyerahkan kebun kurma kepada orang Yahudi Khibar untuk digarap dengan modal harta mereka. Dan beliau mendapat setengah dari hasil panennya”. HR.Muslim

3.  Macam-macam Syirkah
a. Syirkah abdan, ialah syirkah antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha yang hasilnya atau upahnya dibagi antara mereka sesuai dengan perjanjian, misalnya usaha konveksi, memborong bangunan. Abu Hanifah dan Malik membolehkan , kecuali Syafi’i.
b. Syirkah ‘inan, ialah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam permodalan untuk melakukan suatu usaha / bisnis atas dasar profit and sharing (membagi untung dan rugi). Ulama sepakat.
c. Syirkah wujuh, ialah kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli sesuatu barang tanpa modal uang, tetapi hanya kepercayaan para pengusaha dengan perjanjian bagi hasil.Ulama Hanafiyah dan Ulama Hambaliyah membolehkan sedang ulama Syafi’iyah dan ulama Malikiyah melarang.
d. Syirkah Mufawadloh, ialah kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha dengan uang atau jasa dengan syarat, sama modalnya, agamanya, mempuyai wewenang

melakukan perbuatan dan masing-masing berhak bertindak atas nama syirkah. Para ulama melarang kecuali Abu Hanifah
Bentuk syirkah yang lain kita kenal saat ini antara lain :
1.   CV (Comanditair Venootschap)
2.   NV(Naamloze Venootschap)
3.   PT (Perseroan Terbatas)
4.   Firma
5.   Koperasi.

4. Rukun dan Syarat Masing-masing Syirkah
Rukun syirkah ada 3 hal, yaitu :
1.  Anggota yang berserikat
2.  Modal bersyirkah, Bisa berupa harta atau keahlian kerja
Syarat syirkah harta :
a.   Modal hendaknya jelas dapat dihitung.
b.  Modal dapat dicampur, sehingga barang itu tak dapat dibedakan asal kepemilikannya.
c.   Aturan harus jelas, agar tidak menimbulkanpermasalahan di kemudian hari
Syarat syirkah kerja :
a. Penghasilan (upah) yang diperoleh menjadi milik bersama, dibagi sesuai perjanjian
b. Pembagian hasil didasarkan atas kualitas kerja.
c. Persentase pembagian keuntungan ditentukan pada saat berlangsungnya akad.
3.  Akad / ijab qobul / perjanjian, syaratnya
a.   harus ada aktifitas pengelolaan,
b.  tercatat dan
c.   ada saksi
5. Hikmah syirkah, antara lain :
1. Dengan bersyirkah dapat mendirikan perusahaan besar,
2. Banyak menyerap tenaga kerja
3. Kemajuan lebih pesat, karena hasil pemikiran orang banyak.

D. Mudlorobah (bagi hasil)
1. Pengertian dan Hukum Mudlorobah  
Mudarabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Dalam Islam hukum mudlorobah adalah jaiz (boleha) asal tidak ada pihak yang dirugikan.

2..Dasar Hukum
Secara umum landasan dasar syariah mudarabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat dan hadis berikut ini. Allah berfirman dalam surat al-Muzammil yang artinya : “… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…” (Al Muzammil : 20)
Adanya kata yadribun pada ayat diatas dianggap sama dengan akar kata mudarabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. Surah tersebut mendorong kaum muslim untuk melakukan upaya atau usaha yang telah diperintahkan Allah SWT.

Hadits nabi Muhammad yang artinya : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudarabah mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat syarat tersebut kepada rasulullah SAW. Dan rasulullah pun membolehkannya.”(HR Tabrani).

3.  Jenis-jenis mudarabah
Secara umum, mudarabah terbagi menjadi dua jenis yakni mudarabah mutlaqah dan mudarabah muqayyadah.
a. Mudarabah mutlaqah
Mudarabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal (sahibul mal) dan pengelola (mudarib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fikih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari sahibul mal ke mudarib yang memberi kekuasaan sangat besar.

b. Mudarabah Muqayyadah
Mudarabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudarabah mutlaqah. Si Mudarib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si Sahibul Mal dalam memasuki jenis dunia usaha.
Adapun dari sisi pembiayaan, mudarabah biasanya diterapkan untuk bidang-bidang berikut.
a.  Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
b. Investasi khusus disebut juga mudarabah muqayyadah, yaitu sumber investasi yang khusus dengan penyaluran yang khusus pula dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh sahibul mal.
Mudarabah dan kaitannya dengan dunia perbankan biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Sisa penghimpunan dana mudarabah biasanya diterapkan pada bidang-bidang berikut ini.
        1. Tabungan berjangka, yaitu dengan tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti    tabungan haji, tabungan kurban, dan deposito berjangka.
    2. Deposito spesial (special investment), yaitu dana dititipkan kepada nasabah untuk bisnis tertentu,    misalnya murabahah atau ijarah saja.
    3.  Mudlorobah yang berkaitan dengan dunia Pertanian ialah : Musaqah, Muzaraah, dan Mukhabarah
    a. Musaqah (paroan kebun)
Yang dimaksud musaqah adalah bentuk kerja sama dimana orang yang mempunyai kebun memberikan kebunnya kepada orang lain (petani) agar dipelihara dan penghasilan yang didapat dari kebun itu dibagi berdua menurut perjanjian sewaktu akad.           
b. Muzaraah (paroan sawah / ladang)
Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik sawah / ladang dengan penggarap (petani), dengan kesepakatan bagi hasil, sedangkan benih dari petani. Zakat hasil paroan ini diwajibkan atas orang yang punya benih. Oleh karena itu, pada muzaraah zakat wajib atas petani yang bekerja karena pada hakekatnya dialah (si petani) yang bertanam, yang mempunyai tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya, sedangkan pengantar dari sewaan tidak wajib mengeluarkan zakatnya.
c. Mukhabarah
Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik sawah / ladang dengan penggarap (petani), dengan kesepakatan bagi hasil, sedangkan benihnya dari pemilik sawah / ladang. Adapun pada mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, sedangkan petani hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih dari keduanya, zakat wajib atas keduanya yang diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi. Hukum kerja sama tersebut diatas diperbolehkan sebagian besar para sahabat, tabi’in dan para imam.

E. Perbankan yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
Lahirnya ekonomi Islam di zaman modern ini cukup unik dalam sejarah perkembangan ekonomi. Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi-ekonomi lain yang lahir atau berasal dari luar ajaran Islam (menggunakan sistem riba). Kesadaran tentang larangan riba telah menimbulkan gagasan pembentukan suatu bank Islam pada dasawarsa kedua abad ke-20 diantaranya melalui pendirian institusi sebagai berikut :
1. Bank Pedesaan (Rural Bank) dan Bank Mir-Ghammar di Mesir tahun 1963 atas prakarsa seorang cendikiawan Mesir DR. Ahmad An Najjar
2. Dubai Islamic Bank (1973) di kawasan negara-negara Emirat Arab
3. Islamic Development Bank (1975) di Saudi Arabia
4. Faisal Islamic Bank (1977) di Mesir
5. Kuwait House of Finance di Kuwait (1977)
6. Jordan Islamic Bank di Yordania (1978)

Bank non Islam disebut juga bank konvensional adalah sebuah lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik perorangan atau badan usaha guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan sistem bunga.
Sedangkan Bank Islam yang dikenal dengan Bank Syariah adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum (syariat) Islam dan tidak memakai sistem bunga karena bunga dianggap riba yang diharamkan oleh Islam. (QS Al Baqarah : 275-279)
Sebagai pengganti sistem bunga, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba, antara lain sebagai berikut.
1. Wadiah atau titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito. Wadiah ini bisa diterapkan oleh Bank Islam dalam operasinya untuk menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang, dan surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh Bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya, tetapi Bank harus menjamin dapat mengembalikan dana itupada waktu pemiliknya (depositor) memerlukannya.

2. Mudarabah adalah kerjasama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian profit and loss sharing. Dengan mudarabah ini, Bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sesuai dengan perjanjian misalnya, fifty-fifty. Dalam mudarabah ini, Bank tidak mencampuri manajemen perusahaan.

3. Syirkah (perseroan). Dibawah kerjasama syirkah ini, pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (joint ventura). Oleh karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dengan menanggung untung rugi bersama atas dasar perjanjian profit and loss sharing (PLS Agreement).

4. Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur. Dengan murabahah ini, pada hakikatnya suatu pihak ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli. Dengan sistem murabahah ini, Bank bisa membelikan atau menyediakan barang barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi, dan Bank minta tambahan harga atas harga pembeliannya. Syarat bisnis dengan murabahah ini, ialah si pemilik barang (dalam hal ini Bank) harus memberi informasi yang sebenarnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersih (profit margin) dari pada cost plus nya itu.

5. Qard hasan (pinjaman yang baik atau benevolent loan). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang mempunyai deposito di Bank Islam itu sebagai slah satu pelayanan dan penghargaan Bank kepada para deposan karena mereka tidak menerima bunga atas depositonya dari Bank Islam.

Perkembangan pesat Bank-Bank Islam yang lazim disebut Bank syariah terjadi pada dasawarsa 70-an setelah terjadinya krisis minyak yang menimbulkan oil boom pada tahun 1971. perkembangan pesat Bank syariah tersebut membuktikan bahwa:
(1) ajaran Islam menggerakkan ide sosial ekonomi. Ide spirit yang bersumber pada ajaran Islam disebut juga modal masyarakat (Social Capital).
(2) Peranan cendikiawan yang memiliki suatu konsep yang mengoperasionalkan ajaran agama yaitu zakat, infak, sedekah (ZIS), dan larangan riba. ZIS dapat dijadikan modal Bank, hal ini juga pernah dipelopori oleh pemikiran dari KH. Ahmad Dahlan. Beliau memiliki gagasan membentuk lembaga amil (penghimpun dan pengelola zakat).

Bank syariah pertama yang beroperasi di Indonesia adalah PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) berdiri pada tanggal 1 Mei 1992. Perkembangan perbankan syariah pada awalnya berjalan lebih lambat dibanding dengan Bank konvensional. Sampai dengan tahun 1998 hanya terdapat 1 Bank Umum Syariah dan 78 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Berdasarkan statistik perbankan syariah Mei 2003 dari Bank Indonesia tercatat, Bank Umum Syariah 2 yaitu BMI dan Bank Syariah Mandiri, 8 Bank umum yang membuka unit atau kantor cabang syariah yaitu Danamon Syariah, Jabar Syariah, Bukopin Syariah, BII Syariah dll, serta 89 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Beberapa bank konvensional dalam negeri, maupun asing yang beroperasi di Indonesia juga telah mengajukan izin dan menyiapkan diri untuk segera beroperasi menjadi Bank Syariah.

Kehadiran Bank Syariah memiliki hikmah yang cukup besar, diantaranya sebagai berikut.
1. Umat Islam yang berpendirian bahwa bunga Bank konvensional adalah riba, maka Bank Syariah menjadi alternatif untuk menyimpan uangnya, baik dengan cara deposito, bagi hasil maupun yang lainnya
2. Untuk menyelamatkan umat Islam dari praktek bunga yang mengandung unsur pemerasan (eksploitasi) dari si kaya terhadap si miskin atau orang yang kuat ekonominya terhadap yang lemah ekonominya.
3. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap Bank non Islam yang menyebabkan umat Islam berada dibawah kekuasaan Bank sehingga umat Islam belum bisa menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan pribadi dan masyarakat, terutama dalam kegiatan bsinis dan perekonomiannya

4. Bank Islam dapat mengelola zakat di negara yang pemerintahannya belum mengelola zakat secara langsung. Bank juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif dan hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
5. Bank Islam juga boleh memungut dan menerima pembayaran untuk hal-hal berikut.
a. Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh Bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, misalnya biaya telegram, telepon, atau telex dalam memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah, dan sebagainya
b. Membayar gaji para karyawan Bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah dan sebagai sarana dan prasarana yang disediakan oleh Bank dan biaya administrasi pada umumnya.

F. Sistem Asuransi yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
Mengikuti sukses perbankan Syariah, asuransi Syariah juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Sampai dengan tahun 2002, tercatat sejumlah asransi konvensional yang membuka divisi Syariah yang terbukti mampu bersaing dengan asuransi lainnya.
Asuransi pada umumnya, termasuk asuransi jiwa, menurut pandangan Islam adalah termasuk masalah ijtihadiyah. Artinya, masalah tersebut perlu dikaji hukumnya karena tidak ada penjelasan yang mendalam didalam Al Qur’an atau hadis secara tersurat. Para imam mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan ulama mujtahidin lainnya yang semasa dengan mereka (abad II dan III H atau VIII dan IX M) tidak memberi fatwa hukum terhadap masalah asuransi karena hal tersebut belum dikenal pada waktu itu. Sistem asuransi di dunia Islam baru dikenal pada abad XIX M, sedangkan di dunia barat sudah dikenal sejak sekitar abad XIV M,.
Kini umat Islam di Indonesia dihadapkan kepada masalah asuransi dalam berbagai bentuknya (asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan) dan dalam berbagai aspek kehidupannya, baik dalam kehidupan bisnis maupun kehidupan keagamaannya.
Dikalangan ulama dan cendikiawan muslim ada empat pendapat tentang hukum asuransi, yakni sebagai berikut.
a.   Mengharamkan segala macam asuransi dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa
b.   Membolehkan semua asuransi dalam praktiknya sekarang ini.
c.   Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial.

Ketika mengkaji hukum Islam tentang asuransi, sudah tentu harus dilakukan dengan menggunakan metode ijtihad yang lazim digunakan oleh mujtahidin dahulu. Diantara metode ijtihad yang mempunyai banyak peranan di dalam mengistinbatkan (mencari dan menetapkan hukum) terhadap masalah-masalah baru yang tidak ada nasnya dalam Al Qur’an dan hadis adalah maslahah mursalah atau istislah (public good) dan qyas (analogical reasoning).

Dalam buku Hukum Asuransi di Indonesia ditulis oleh Vide Wirjono Prodjodikoro, menjelaskan, menurut pasal 246 Wet Boek Van Koophandel (Kitab Undang-undang perniagaan), bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu bentuk persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.

Adapun asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalu akad (perikatan) yang sesuai Syariah

Ada beberapa sumber yang dijadikan rujukan bagi berlangsungnya sistem asuransi tersebut, diantaranya adalah hadis Nabi Muhammad SAW “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam suatu masyarakat ibarat satu bangunan, dimana tiap bangunan saling mengokohkan satu sama lain.” (HR Bukhari dan Muslim)

Secara operasional, asuransi yang sesuai dengan Syariah memiliki sistem yang mengandung hal-hal sebagai berikut :
1. Mempunyai akad takafuli (tolong menolong) untuk memberikan santunan atau perlindungan atas musibah yang akan datang
2. Dana yang terkumpul menjadi amanah pengelola dana. Dana tersebut diinvestasikan sesuai dengan instrumen Syariah seperti mudarabah, wakalah, wadi’ah dan murabahah.
3. Premi memiliki unsur tabaru’ atau mortalita (harapan hidup)
4. Pembebanan biaya operasional ditanggung pemegang polis, terbatas pada kisaran 30 % dari premi sehingga pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk pada tahun pertama yang memiliki nilai 70 % dari premi.
5. dari rekening tabaru’ (dana kebajikan seluruh peserta) sejak awal sudah dikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah.
6. Mekanisme pertanggungan pada asuransi Syariah adalah sharing of risk. Apabila terjadi musibah semua peserta ikut (saling) menanggung dan membantu
7. Keuntungan (profit) dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil (mudarabah),atau dalam akad tabarru’ dapat berbentuk hadiah kepada peserta dan ujrah (fee) kepada pengelola.
8. Mempunyai misi akidah, sosial serta mengangkat perekonomian umat Islam atau misi iqtisadi

G. Sistem Lembaga Keuangan non Bank yang sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
Sistem lembaga keuangan non Bank yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam antara lain adalah sebagai berikut :
1. Koperasi
Pengertian koperasi dari segi etimologi berasal dari bahasa Inggris coorporation, yang artinya bekerja sama. Pengertian koperasi dari segi etimologi ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakn orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama denagn penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar suka rela secara kekeluargaan.
Koperasi mempunyai dua fungsi, yakni :
a.   fungsi ekonomi dalam bentuk kegiatan-kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan koperasi untuk meringankan beban hidup sehari-hari para anggotanya dan
b.  fungsi soisal dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan secara gotong royong atau dalam bentuk sumbangan berupa uang yang berasal dari bagian laba koperasi disishkan untuk tujuan-tujuan sosial, misalnya untuk mendirikan sekolah atau tempat ibadah
c.   Koperasi dari segi bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu bidang usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang kredit atau bidang produksi. Ini disebut koperasi berusaha tunggal (single purpose). Dan ada pula koperasi yang meluaskan usahanya dalam berbagai bidang yang disebut koperasi serba usaha (multi purpose) seperti bidang pembelian dan penjualan
d.  Modal usaha koperasi adalah dari uang simpanan pokok, uang simpanan wajib, uang simpanan sukarela yang merupakan deposito, uang pinjaman, penyisihan-penyisihan hasil usaha termasuk cadangan dan sumber lain yang sah.

Menurut Mahmud Syaltut, koperasi sebagaimana diuraikan diatas adalah bentuk syirkah baru yang diciptakan oleh para ahli ekonomi dan banyak sekali memilki manfaat, anatara lain memberi keuntungan kepada para anggota pemilik saham, memberi lapangan kerja kepada para karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil usaha koperasi untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah dan sebagainya. Koperasi tidak mempunyai unsur kezaliman dan pemerasan oleh manusia yang kuat atau kaya atas manusia yang lemah atau miskin, pengelolaannya demokratis dan terbuka (open management) serta membagi keuntungan dan kerugian kepada para anggota menurut ketentuan yang berlaku yang telah diketahui oleh seluruh anggota pemegang saham. Oelh karena itu, koperasi dapat diterima oleh kalangan Islam.

2. BMT (Baitul Mal wat Tamwil)
Merupakan lembaga keuangan mikro yang sangat sukses. BMT di Indonesia tumbuh dari bawah (masyarakat berekonomi lemah) yang didukung oleh deposan-deposan kecil. BMT telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dana dari, untuk dan oleh masyarakat yang merupakan perwujudan demokrasi ekonomi. BMT-BMT sebagian besar berbadan hukum koperasi yang merupakan badan usaha berdasarkan azas kekeluargaan yang sesuai dengan Islam. Sampai tahun 2003, jumlah BMT sudah mendekati angka 4000 unit dimana proses operasionalnya tidak jauh beda dengan operasional BPRS atau Bank Syariah

H. Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan Terhadap Hukum Islam tentang Kerjasama Ekonomi
Ekonomi Islam di Indonesia hingga saat ini mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan maraknya kajian-kajian ekonomi Syariah, banyaknya lembaga keuangan yang berorientasi Syariah serta semakin tingginya kesadaran masyarakat Indonesia dalam menerapkan kerjasama ekonomi berdasarkan Syariah. Ada beberapa aspek perilaku yang harus mencerminkan kepatuhan terhadap hukum Islam di segala aspek kehidupan, khusunya tentang kerja sama ekonomi Islam yaitu sebagai berikut.
1.  Tanggung Jawab
      Dalam melaksanakan akad tanggung jawab yang berkaitan dengan kepercayaan yang diberikan kepada pihak yang dianggap memenuhi syarat untung memegang kepercayaan secara penuh dengan pihak yang masih perlu memenuhi kewajiban sebagai penjamin (damin) harus dipertimbangkan.
2.  Tolong menolong
      Saling menolong sesama peserta (nasabah) dengan hanya berhadapan keridaan Allah. Dan tolong menolong untuk memberikan santunan perlindungan atas musibah yang akan datang
3.  Saling melindungi
Perekonomian Islam yang berdasarkan Syariah merupakan usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi.
4.  Adil
Dalam melakukan transaksi/ perniagaan, Islam mengharuskan untuk berbuat adil tanpa memandang bulu, termasuk kepada pihak yang tidak disukai.
5.  Amanah/jujur
Dalam menjalankan kerja sama ekonomi Syariah mengharuskan dipenuhinya semua ikatan yang telah disepakati. Perubahan ikatan akibat perubahan kondisi harus dilaksanakan secara rida sama rida dan disepakati oleh semua pihak yang terkait
6.  Perilaku lain adalah mempunyai manajemen yang Islami, menghormati hak azazi manusia, menjaga lingkungan hidup, melaksanakan good corporate governance, tidak spekulatif dan memegang teguh prinsip kehati-hatian.
------ooo000ooo----
Tugas :
1.  Tugas Kelompok
- Diskusikan dan simpulkan, “Bagaimana langkah yang praktis dan strategis agar nilai rupiah terhadap dolar menguat ?

Posting Komentar

0 Komentar